>

Total Tayangan Halaman

Minggu, 20 Maret 2011

KEPEMIMPINAN ......5 ( subhat subhat 2 )

Subhat Subhat Dalam Kepemimpinan
  

. 3.  TAHKIMUS SYARI'AH , Kewajiban yang Di benci Munnafik




Persoalan hukum , tak pernah habis habisnya di bahas di tengah tengah kaum muslimin . Setiap orang yang hidup pastilah tidak pernah lepas dari persoalan hukum dan perundang undangan . Sebab dengan adanya tata aturan hukum , hidup akan teratur , disiplin , dan terjadi sinergi antar individu dan komunitas yang berada dalam cakupan ruang lingkup hukum tersebut . Oleh karena itu kaum muslimin tidak pernah surut untuk memperjuangkan tegaknya hukum Islam di negri tempat tinggal mereka . Begitu juga dengan kaum kafirin yang juga berusaha dengan seluruh kemampuannya berusaha mendominasi lewat hukum hukum buatan mereka . 
Karena hukum thughut atau hukum non muslim sangat akomodatif terhadap segala tindak kemaksiatan ( hal itu diakui atau tidak itulah kenyataannya ) , kejahatan , dan perilaku syahwat yang menyimpang . Maka tak heran jika orang orang yang dalam hatinya ada penyakit ( menerima Islam dengan setengah setengah ) lebih memilih di berlakukannya hukum thoghut ketimbang hukum Islam ( karena kebodohannya akan syareat Islam ) . Inilah karakter orang orang munafik yang bukan rahasia lagi .
Lain mukmin , lain pula munafik . Seorang mukmin berkeyakinan , berhukum kepada hukum Allah adalah tuntutan Iman dan syarat syahnya Iman . Sedangkan orang munafik mengangap enteng perkara berhukum kepada hukum Allah . Bukan saja menganggap enteng saja , akan tetapi mereka ( orang munafik ) menghalang halangi siapa saja yang ingin berhukum dengan hukum Islam ( hukum Allah ) . Sehingga Allah mengungkap aib mereka lewat QS : An Nisaa' 61

" Apabila di katakan kepada mereka : " Marilah kamu ( tunduk ) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rosul " , niscaya kamu lihat orang orang munafik menghalagi ( manusia ) dengan sekuat kuatnya dari ( mendekati ) kamu " . ( QS : An Nisaa' 61 ) 



Suatu hari ada dua orang mendatangi Rosulullah Muhammad Saw . Konon , mereka sedang bersilang pendapat terhadap suatu perkara . Keduanya ingin Rosulullah Saw memutuskan perkara mereka berdua . Akhirnya Rosululah Saw memutuskan kasus itu dengan memenangkan salah satu dari keduanya . Sedangkan yang kalah tidak terima , " Saya tidak rela " . Katanya . " Terus kamu mau apa ...? " Yang satu balik bertanya . Yang kalah menjawab , " Kita ke Abu Bakar r.a , meminta keputusan dari beliau " . Lalu keduanya bertolak ke Abu Bakar r.a , yang memenangkan kasus berkata , " Kami sudah meminta keputusan dari Rosulullah Saw dan beliau memenangkan aku " . Abu Bakar r.a menjawab , " Kalian harus menerima keputusan Rosulullah Saw " . Yang kalah tidak terima , " Mari kita meminta keputusan ke Umar bin Khattab r.a " . Pintanya .
Keduanyapun bertolak kerumah Umar bin Khattab r.a . Sesampainya di rumah Umar bin Khattab r.a , di sampaikan ke Umar  keputusan Rosulullah Saw dan Abu Bakar r.a serta ketidak relaan rivalnya terhadap keputusan tersebut . " Begitukah " , gumam Umar , lalu beliau masuk kedalam rumahnya , tidak lama kemudian , beliau keluar dengan membawa pedang yang terhunus . Lalu Umar bin Khattab r.a memenggal kepala orang yang tidak ridho terhadap keputusan Rosulullah Saw . Maka turunlah ayat diatas ( QS : An Nisaa' 61 ) yang membenarekan tindakan Umar r.a ( tafsir Ibnu Katsir , 2/351-352 )


. Berhukum Kepada Allah , Sebagai Syarat Syahnya Iman Seseorang               



 Sekilas apa yang tercantum dari kisah diatas sungguh biadap . Hanya karena tidak mau menerima hukum Rosulullah Saw , seseorang bisa di penggal . Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana itu , tetapi ini gadalah perkara iman . Hal itu bukti akan ketundukan kepada hukum Allah Azza Wajalla dan kepada Rosulullah Saw . Bukti dari dari satu kensekwensi atas kalimat syahadat yang di ikrarkannya .
Allah Ta'ala berfirman , " Hai orang orang yang beriman , taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya , dan Ulil amri diantara kamu . Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur'an ) dan RosulNya ( As Sunah ) , jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian . Yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya ' . ( QS : An Nisaa' 59 )

Pada ayat QS : An Nisaa' 59 ,menerangkan dengan angat gamblang bahwa satu keharusan mutlak untuk taat kepada Allah dan RosulNya jika kita ingin benar tauhid kita , baru setelah itu taat kepada ulil amri ( seorang pemimpin ) . Itupun harus dengan satu syarat ulil amri tersebut dalam rangka mengajak untuk taat kepada Allah dan taat kepada RosulNya . Akan tetapi manakala seorang ulil amri atau pemimpin tidak dalam rangka mengajak untuk taat kepada Allah dan taat kepada RosulNya , bahkan mengajak untuk bermaksiat kepada Allah dan RosulNya , maka tidak ada ketaatan sedikitpun kepada ulil amri itu .
Imam As Sa'di berkata ( menafsirkan ayat tersebut QS : An Nisaa' 59 ) : " Mengembalikan semua perkara kepada hukum Allah dan RosulNya adalah syarat syahnya iman seseorang . Ini menunjukkan bahwa siapa saja yang tidak mengembalikan perkara yang di perselisihkan kepada Allah dan RosulNya , pada hakekatnya ia tidak beriman kepada Allah , tetapi beriman kepada thoghut " . ( tafsir As Sa'di 1/183 )

Oleh karena itu menomor satukan Allah dan RosulNya dalam setiap permasalahan yang di hadapi manusia di dunia ini adalah satu perkara yang sangat penting , satu perkara di Mata Allah adalah sangat besar . Jika seorang manusia di dalam kehidupannya dia lebih kengedepankan pendapat ulil amrinya atau pemimpinnya atau adat kebiaasaan yang terjadi di masyarakat  dari pada Allah dan RosulNya maka , kelak Allah akan menurunkan satu peringatan yang sangat keras buat manusia itu . Agaknya bencana demi bencana yang mendera negri ini adalah salah satu bentuk peringatan keras dari Allah kepada negri ini atas lebih mengedepankan ulil amrinya , adat kebiasaan di masyarakat dari pada Allah dan RosulNya .


. Kedudukan Berhukum Kepada Allah Ta'ala  


a. Dari Sisi Dien


Allah Azza wajalla telah menjelaskan kepada manusia dalam banyak ayat , bahwa hak untuk menetapkan hukum dan aturan itu hanyalah milik Allah semata secara mutlak . Tidak pernah sedikitpun di wakilkan kepada manusia . Dan seluruh makhlukNya di wajibkan untuk tunduk patuh di dalam berhukum kepada hukum Allah Ta'ala .
Allah Ta'ala berfirman
" Keputusan ( hukum ) itu hanyalah kepunyaan Allah . Dia telah memerintahkan agar kamu tidak beribadah kepada selain Dia . Itulah Dien yang lurus , tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui " . ( QS : Yusuf 40 )

Ibnu Hazm rokhimahullah berkata : " Tidak ada perbedaan antara memperbolehkan perundang undangan , seperti ; mewajibkan atau mengharamkan , atau membolehkan sesuai dengan akal , padahal tidak ada nash dari Allah dan RosulNya tentang hal itu , dengan mengingkari aturan Allah yang diu syareatkan lewat lesan RosulNya dengan akal . Orang yang membedakan antar keduanya adalah dusta . Bahkan keduanya sama sama kafir " . ( Al Ihkam , 6/31 )
Ibnu Taimiyah berkata : " Barangsiapa yang mengharamkan roti ( dhohirnya roti ) maka dia telah kafir , dan barangsiapa yang menghalkan khomer maka dia telah kafir ' .


b. Dari Sisi Tauhid Rububiyah


Diantara tuntutan tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah Azza Wajalla dalam hukum dan tadbir ( mengatur ) . Tauhid rububiyah tidak akan terrealisasi dengan baik kecuali dengan mengesakan Allah dan mengakui hak Allah dalam mencipta ,memerintah dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun.
Allah Ta'ala berfirman : " Ingatlah ( hak ) menciptakan dan memerintah hanyalah milik Allah . Maha suci Allah , Rabb semesta alam ." ( QS: Al A'raaf 54 )
Oleh karena itu Allah Azza Wajalla menyamakan orang yang mengikuti aturan selain yang diturunkan Allah dengan orang orang yang mengangkat arbab ( rabb / tuhan ) selain Allah Azza Wajalla ( pembatal keislaman hlm 298 )

" Mereka menjadikan orang orang alimnya dan rahib rahib mereka sebagai tuhan tuhan selain Allah dan ( juga mereka mempertuhankan ) Al Masih putera Maryam , padahal mereka hanya di suruh beribadah kepada Rabb yang Esa , Tidak ada Illah yang berhak diibadahi selain Dia . Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan " . ( QS : At Taubah 31 )

Pada ayat QS : At Taubah 31 diatas merupakan satu keterangan tegas dari Allah bagi orang orang beriman . pada ayat tersebut Allah memberikan satu contoh kasus pada orang orang nasrani yang menjadikan para rahib rahib mereka sebagai Illah yang ibadahi , ditaati dalam segala hal , juga dalam membuat hukum . Hal itu juga berlaku pada Umat Muhammad Saw . Jika para alimnya , ulama'nya , masyayikhnya , ustadnya atau kyiainya lebih ditaatinya dari pada Allah dan RosulNya maka , hal itu sama seperti orang orang Nasrani .

Mengenai ayat tersebut pernah sahabat Adi bin Hatim r.a pernah bertanya kepada Rosulullah Saw : " Ya Rosulullah , mereka itu tidak menyembahnya " . Rosulullah Saw bertanya : " Bukankah mereka para rahib itu mengharamkan apa yang telah di halalkan oleh Allah dan mereka mentaatinya dan menghalalkan apa yang telah Allah haramkan sedangkan mereka mentaatinya ?? " . Jawab Ady bin Hatim : " Ya " . Rosulullah menjawab " Itulah bentuk peribadatan dan menyembahnya " .


c. Dari Sisi Tauhid Uluhiyah


Sebenarnya inti dari berhukum kepada Allah Azza Wajalla adalah mgengesakan Allah Ta'ala dalam Alitho'ah ( ketaatan ) . Sedangkan ketaatan bagian dari tauhid uluhiyah , karena ia juga bagian dari ibadah , maka hal itu tidak boleh di peruntukkan kepada selain Allah SWT . Allah Ta'ala berfirman : " Dan Dialah Allah , tidak ada Ilah ( yang berhak dibadahi ) melainkan Dia , bagiNyalah segala puji di dunia dan di akherat , dan bagiNyalah ( hak menentukan ) hukum dan hanya kepadaNyalah kamu di kembalikan " . ( QS : Al Qashash 70 )

Diantara tuntutan bertauhid kepada Allah SWT dalam uluhiyah adalah mengakui bahwa hak menghalalkan dan mengharamkan adalah hak mutlak Allah semata . Tidak boleh diklaim dan di rebut oleh siapapun juga . Jika ada yang mengakui ada selain Allah SWT memiliki kewenangan untuk menghalalkan atau mengharamkan berarti ia telah berbuat syirik yang jelas dan terang . Sebagaimana di tegaskan Allah dalam QS : At Taubah 31 diatas .
Memberikan hak mutlak kepada Alah SWT , mentauhidkanNya dalam hukum dan ketundukan yang penuh dalam seluruh syareatNya merupakan inti keimanan seseorang .
Ibnu Taimiyah berkata : " Kandungan Islam adalah ketundukan kepada Allah semata . Barangsiapa yang tunduk kepada Allah , juga tunduk kepada selain Allah , maka ia telah musyrik . Siapa yang tidak mau tunduk kepada Allah , berarti ia orang yang angkuh untuk beribadah kepada Nya . Orang musyrik dan angkuh kepadaNya , keduanya sama (  kafir ) " . ( Majmu' Fatawa 3/91)
Syaikh Asy Syanqithi berkata : " Mensyirikkan Allah Azza Wajalla dalam berhukum dan mensyirikkan Allah SWT dalam beribadah , tidak ada bedanya sama sekali . Orang yang mengakui aturan selain aturan Allah dan mengikuti undang undang selain undang undang Allah , ia seperti menyembah arca dan bersujud kepada patung , sama sekali tidak ada perbedaan antara keduanya . Status mereka sama sama musyrik " . ( Adhwa'ul Bayan 7/162 )


d. Dari Tauhid Ittiba' ( tauhid Rosul )


Maksutnya adalah merealisasikan syahadat Rosul ( Asyhadu Anna Muhammadan Rosulullah ) , bahwa beliau adalah manusia yang wajib di taati oleh seorang muslim . Tuntutan dari tauhid ittiba' adalah menjadikan aturan Rosulullah Saw sebagai satu satunya rujukan dalam berhukum , pasrah , tunduk dan menerima secara totalitas syareat yang di bawa oleh beliau ( jika tidak minimal tauhidnya rusak atau syahadat rosulnya rusak ) .
Allah Rabul Alamin berfirman : " Maka demi Rabbmu , mereka ( pada hakekatnya ) tidak beriman hinga mereka menjadikan kamu ( rosul ) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan , kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputuan yang kamu berikan , dan mereka menerima dengan sepenuhnya " . ( QS: An Nisaa' 65 )

Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir berkata : " Allah bersumpah dengan DzatNya yang Suci dan Pemurah , bahwa seorang tidak beriman hingga menjadikan Rosulullah Saw sebagai pemutus perkara dalam seluruh perkara " . ( Ibnu Katsir 3/211) .
Ibnu Qayyim al Jauziyah menjelaskan ayat ini ," Allah SWT bersumpah dengan DiriNa yang suci ... bahwa makhluk 9 manusia dan jin ) tidak dianggap beriman , hingga menjadikan RosulNya sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan ; baik itu yang ushul ( asas atau pokok ) maupun yang furu' ( cabang ) ..... bahkan berhukum saja belumlah cukup menjadikan mereka orang orang yang beriman hingga mereka menerima keputusan itu dengan senang hati , tidak kecewa dan suka rela . Bahkan , mereka tidak beriman hingga mereka menerima hukum tadi dengan penuh kerelaan , tunduk pasrah terhadap keputusannya , serta tidak menggugatnya sama sekali " . ( At Tibyan hlm 270 )
Jika Rosulullah telah meninggal maka keputusan dan hukum haruslah di kembalikan kepada syareat yang beliau bawa ( Tafsir As Sa'di , hlm 183 ) .


.Munafik Berhukum kepada Thoghut



Ada sebagian kelompok yang mengklaim sebagai orang orang beriman  akan tetapi mereka mempermainkan Allah dalam masalah hukum . Mereka bukannya berhukum dengan hukum Allah , akan tetapi justru berhukum kepada hukum thoghut secara suka rela . Mereka ini orang orang munafik tulen .
Allah Azza Wajalla berfirman :" Apakah kamu tidak memperhatikan orang orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang di turunkan kepadamu dan kepada apa yang di turunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thoghut , padahal mereka telah di perintah mengingkari thoghut itu . Dan syaitan bermaksut menyesatkan mereka ( dengan ) penyesatan yang sejauh jauhnya ' . ( QS : An Nisaa' 65 )
Dalam tafsirnya Muhammad Rashid Ridho berkata : " Ayat ini menegaskan bahwa siapapun yang menghalangi dan berpaling dari hukum Allah dan RosulNya dengan sengaja , apalagi setelah di jelaskan dan diingatkan tentang hal itu ( bertahkim ) ,maka ia sungguh orang munafik . Klaim keimanannya tidak dianggap . Pengakuan Islamnya pun hanya sekedar klaim ( dusta ) " . ( Tafsir Al Manar 5/227 )

Sedangkan maksut dari berhukum kepada thoghut pada ayat ini adalah berhukum kepada selain syareat Islam , yang diundangkan dan di tetapkan secara batil . Bertentangan dengan syareat Allah SWT . Hal itu bisa berupa adat istiadat yang berlaku dimasyarakat , budaya nenek moyang di lestarikan , atau undang undang negara sekalipun .
Ibnu Katsir berkata : " Sungguh ayat ini QS An Nisaa' 65 mencela setiap orang yang berpaling dari ( hukum yang ada dalam ) kitabullah dan Sunah RosulNya Saw , sebagai gantinya , ia berhukum kepada selain keduanya , yang bersumber dari sesuatu yangbatil . Dan inilah yang di maksut dengan thoghut dalam ayat ini " . ( Ibnu Katsir 2/346 )

Dari pemaparan para ulma' diatas cukuplah gamblang ; siapa saja yang berhukum kepada selain syareat Islam , maka ia berhukum kepada thogut , sedangkan orang yang membuat hukum tersebut berarti dia mensejajarkan dengan Allah dan merebut hak uluhiyah Allah dan rububiyah Allah . Oleh karena itu berhati hatilah pada masalah yang satu ini .

Wallahu a'lam bish showwab

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus