>

Total Tayangan Halaman

Jumat, 17 September 2010

Renungan Bulan Syawal .....bagian 1

Kemenangan Idul Fitri adalah salah satu kemenangan maknawi yang sering di salah fahami oleh sebagian besar umat Islam . Bahwa melawan hawa nafsu hanya di lakukan pada bulan Romadhon saja .

Hari raya Idul Fitri bagi mayoritas kaum muslimin khususnya yang ada di Indonesia adalah satu momentum kemenangan dan kebahagiaan . Tidak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa Idul Fitri merupakan hari kemenangan dari Jihad akbar . Karena sebulan penuh mereka telah mampu menahan dan menguasai hawa nafsu dari , makan , minum , hubungan suami , dan hal hal yang dapat merusak dan membatalkan ibadah shoum Romadhon . Hal itu berangkat dari pemahaman bahwa Jihad melawan hawa nafsu adalah jihad akbar , maka lahirnya sikap ini tidaklah mengherankan .

Sebagai contohnya dalam sebuah buku Ilusi Negara Islam yang diterbitkan atas kerja sama Gerakan Bhineka Tunggal Ika , The Wahid Institut dan Ma'arif Institut , dalam kata pengantar editornya , KH . Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) yang menjadikan Hadist Maudhu' ( palsu ) yang berbunyi " ' Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar " ' sebagai hujjah mereka bahwa jihad melawan hawa nafsu sebagai jihad yang besar karena ia sesuai dengan pancasila , uud 45 , dan yang lainnya???.

Sekalipun hadist tersebut palsu ia tetap menjadi hujjah bagi Gus Dur di karenakan kepopuleran hadist tersebut di tengah tengah ulama' tradisional dan sufi , dan menuduh sekte wahabi ( menurut anggapan Gus Dur ) menolak akan keabsahan hadist tersebut . Bahkan justru Gus Dur menjadikan Mpu Tantular dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu syawahid ( penguat ) hadist palsu tersebut , karena kesesuaian dengan prinsip prinsip spiritual dan nilai nilai luhur nenek moyang bangsa Indonesia yaitu Hindu dan Budha ???.

Benarkah Idul Fitri Itu Hari Kemenngan ?

Kebanyakan kaum muslimin tidak mengenal definisi Idul Fitri yang sesungguhnya . Definisi yang sangat populer dan sering di sampaikan oleh para ustadz , kyai , khatib dan mubaligh adalah kembali kepada fitrah , kebersihan , kesucian , tanpa dosa , seperti pada hari dia dilahirkan oleh ibunya .

Definisi ini sangatlah keliru baik itu ditinjau dari segi bahasa maupun syar'i . Dari segi bahasa kalimat Idul Fitri tersusun dari dua kata yaitu ' Idun yang berarti selalu kembali ( hari raya ), sedangkan al fitru berarti berbuka ( makan dan minum ) . Sehingga definisi Idul Fitri secara bahasa adalah hari raya dimana kaum muslimin di perbolehkan kembali untuk makan dan minum pada hari yang sebelumnya pada bulan Romadhon di haramkan oleh Allah Azza Wajalla . Hal ini sesuai dengan definisi syar'inya , sebagaimana sabda Rosulullah SAW :
" Hari Idul Fitri kalian adalah hari dimana kalian kembali berbuka untuk makan dan minum , dan hari Idul Adha kalian adalh hari dimana kalian menyembelih hewan sembelihan kalian .... " ( HR . Abu Dawud dan At Tirmidzi , dan dinyatakan shahih oleh syaikh Al Albani dalam silsilah Ash shahih no 224 )

Karenanya , pada hari Idul Fitri ( 1 syawal ) kaum muslimin di haramkan untuk berpuasa ( shoum ) , dan mereka diperintahkan untuk makan dan minum dengan tetap mejauhi sifat berlebih lebihan dan tabdzir .
Dari definisi ini , jelaslah bahwa Idul Fitri merupakan hari dimana kaum muslimin di halalkan oleh Allah Ta'ala untuk kembali makan minum dan melakukan hubungan suami istri yang mana sebelumnya di haramkan oleh Allah pada siang hari di bulan Romadhon .

Kemenangan Idul Fitri adalah kemenangan maknawi yang sering di salah tafsirkan / salah fahami oleh sebagian besar umat Islam . Menyangka bahwa melawan hawa nafsu hanya dilakukan pada bulan Romadhon saja , melawan nafsu hanya dengan tidak makan dan minum dan melakukan hubungan suami Istri saja , serta menyangka bahwa beribadah hanya pada bulan Romadhon saja . Realita itu bisa kita saksikan setiap tahunnya di berbagai kota maupun daerah .

Dengan menyangka bahwa Idul Fitri adalah hari kemenangan . Kita saksikan kaum muslimin menyambutnya dengan pesta gegap gempita . Ikhtilat ( campur baur antara laki laki dan perempuan ) musik dan nyanyian jahilah , bersalaman antara bukan mahram , berpakain ketat dan tabarruj ( berdandan dan bersolek jahiliyah ) , khalwat ( berdua duaan dengan pasangan yang bukan mahramnya ) masuk kepusat perbelanjaan dan dan tempat maksiat lainnya adalah satu pandangan yang kerap kita saksikan pada hari Idul Fitri .
Lantas apakah ini yang di sebut dengan hari kemenangan itu ?? Inikah yang disebut dengan hari kesucian itu ?? Cukup . Jauh panggang dari api .

Namun , inilah pesta kemenangan tersebut . Pesta kemenangan bagi setan untuk menjerumuskan kembali kaum muslimin pada kemaksiatan kemaksiatan yang lebih besar . Dengan perangkap Minal Aidin Wal Faidzin setan merayu kaum muslimin untuk menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah .
Fenomena ini menunjukkan bahwa kemenangan itu masih semu dan jauh api dari panggang serta jauh dari apa yang di sangkakan oleh kaum muslimin . Bagaimana mungkin hawa nafsu dikatakan takluk dan terkalahkan jika kemaksiatan dan perbuatan dosa mengiringi kemenangan itu ?? Akal sehatpun tidak bisa menerimanya .

Pasti di buktikan dengan Tawa shobil Khaq Tawa Shoubis Shobrin ( saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati di dalam kesabaran ) . Artinya Pada hari kemenangan itu yang tampak seharusnya adalah ketaatan , amal sholeh , dan muhasabah ( Introspeksi diri ) serta khouf ( khawatir ) jika amal amal sholehnya selama Romadhon itu tidak di terima oleh Allah Ta'ala . Dan juga saling berwasiat untuk menjauhi kemaksiatan dan juga bersabar atas hal itu . Bukannya justru malah menyeru mereka untuk melakukan kemaksiatan dan menyiapkan tempat tempat yang menjadikan mereka mudah bermaksiat .

Kemudian yang membuktikan bahwa kemenangan itu masih jauh adalah masih banyaknya kaum muslimin yang tidak peduli dengan dien mereka dan ajarannya . Tidak peduli dengan kedzaliman kedzaliman yang menimpa saudara mereka . Bahkan , tidak sedikit yang membantu kedzaliman tersebut , baik dengan meteriil maupun moril . Apakah ini sebuah kemenangan ?? bagaimana kemenangan itu diraihnya , jika kedzaliman masih bebas mendzalimin kaum muslimin dan agamanya ?? untuk itu sekali lagi , mari kita renungi bersama , benarkah Idul Fitri itu hari kemenangan ??
Wallahu A'lam bishshawab .



Kamis, 16 September 2010

Fakta Ilmiah Haramnya Daging Babi

Allah Subhanallah Ta'ala memperingatkan Umat Islam agar menjauhi segala Larangan-Nya termasuk didalamnya perkara haramnya daging babi, simak ayat Alqur'an berikut ini :::::

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Kitab Suci Alqur'an. Al-Maidah : 3)

Ilmu Pengetahuan baru mengungkapkan kebenaran Ayat Alqur'an diatas, Subhanallah " Maha Suci Allah dengan segala firman-Nya " :::::

Umat Islam tidak memakan babi karena agama mereka mengharamkannya, dan ini adalah kebiasaan yang sehat. Cara makan Barat yang jelek dapat mengundang penyakit, salah satunya karena konsumsi babi. Mungkin saja Muhammad mengharamkan babi karena adanya cacing Trichina. Namun bukankah ilmu pengetahuan pada masanya belum bisa menjangkau hal itu? Justru berabad-abad setelah ajarannya tersebar, ilmu pengetahuan menemukan berbagai bahaya babi

(Profesor Hans-Heinrich Reckeweg, M.D., ahli toksikologi, Biological Therapy Vol.1 No.2, 1983)

Sebelum Anda berpusing-pusing ria mendalami artikel “bahaya babi blah blah blah” ini, cobalah kalau bisa, Anda mengadakan eksperimen kecil tentang bahaya daging babi di rumah. Di YouTube, Anda bisa menemukan seabrek-abrek video eksperimen ini (eksperimennya sama) dengan mengetik kata kunci di kotak Search : “why muslim don’t eat pork”. Eksperimennya sangat mudah dan sederhana :

1. Daging babi ditaruh di atas loyang, lalu dituangi Coca Cola sampai terendam benar (kebetulan daging babi di gambar adalah daging asal supermarket)

2. Biarkan selama 2 jam di suhu ruang

3. Anda akan melihat banyaknya cacing yang menggeliat-geliat muncul dari dalam daging babi itu.

Gambar satu lagi di bawah ini adalah yang terekam sebuah kamera khusus mengenai keadaan daging babi masak saat masuk ke lambung manusia. Pada foto ditunjukkan cacing-cacing yang langsung keluar dari daging babi masak (yang berwarna pink itu) dan beramai-ramai merayapi dinding-dinding lambung. Cairan hijau pada foto di bawahnya lagi adalah asam lambung. Ironisnya, asam lambung (yang bertugas membunuh bakteri yang masuk bersama makanan), nampaknya tidak berpengaruh banyak terhadap cacing-cacing yang merayap ini.

Ilmu pengetahuan modern telah mengungkapkan banyak penyakit yang disebabkan mengkonsumsi daging babi. Sebagian darinya disebutkan oleh Dr. Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman, dalam bukunya “Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman”, halaman 130-131: “ Memakan daging babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik. Bukankah sudah kita ketahui, virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi? ”

Dr. Muhammad Abdul Khair, dalam bukunya Ijtihâdât fi at Tafsîr al Qur’an al Karîm, halaman 112, menyebutkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh daging babi: “Daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan cacing trachenea lolipia. Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi tersebut. Patut dicatat, hingga saat ini, generasi babi belum terbebaskan dari cacing-cacing ini.

Penyakit lain yang ditularkan oleh daging babi banyak sekali, di antaranya:

  1. Kolera babi. Yaitu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus
  2. Keguguran nanah, yang disebabkan oleh bakteri prosillia babi.
  3. Kulit kemerahan, yang ganas dan menahun. Yang pertama bisa menyebabkan kematian dalam beberapa kasus, dan yang kedua menyebabkan gangguan persendian.
  4. Penyakit pengelupasan kulit.
  5. Benalu eskares, yang berbahaya bagi manusia.

Fakta-fakta berikut cukup membuat seseorang untuk segera menjauhi babi:

  1. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia makan semua makanan di depannya. Jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Ia tidak akan berhenti makan, bahkan memakan muntahannya. Ia memakan semua yang bisa dimakan di hadapannya. Memakan kotoran apa pun di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya. Ia mengencingi kotoranya dan memakannya jika berada di hadapannya, kemudian memakannya kembali. Ia memakan sampah, busuk-busukan, dan kotoran hewan. Ia adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam jumlah besar dan dalam waktu lama, jika dibiarkan.
  2. Kulit orang yang memakan babi akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.Penelitian ilmiah modern di dua negara Timur dan Barat, yaitu Cina dan Swedia –Cina mayoritas penduduknya penyembah berhala, sedangkan Swedia mayoritas penduduknya sekular– menyatakan: daging babi merupakan merupakan penyebab utama kanker anus dan kolon. Persentase penderita penyakit ini di negara-negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis. Terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India). Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo.
  3. Jika anda menuangkan Coca Cola (air soda) di satu irisan yang tebal daging babi, tunggu sebentar, anda akan dapat melihat cacing-cacing keluar merayap.
  4. Bahwa daging babi mengandung cacing pita (taenia solium), hampir semua orang sudah tahu. Ternyata tidak hanya itu bahaya yang mengancam pemakan babi. Lemak babi mengandung kolesterol paling tinggi dibandingkan dengan lemak hewan lainnya. Darahnya mengandung asam urat paling tinggi. Asam urat merupakan bahan yan jika terdapat dalam darah dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia.
  5. Daniel S. Shapiro, M.D., Pengarah Clinical Microbiology Laboratories, Boston Medical Center, Massachusetts dan juga merupakan Penolong Profesor Perubatan di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts, merumuskan terdapat lebih daripada 25 penyakit yang bisa di jangkiti dari babi. Di antaranya adalah :

    • Anthrax

    • Ascaris Suum

    • Botulism

    • Brucella Suis

    • Cryptosporidiosis

    • Entamoeba polecki

    • Erysipelothrix shusiopathiae

    • Flavobacterium group IIb-like bacteria

    • Influenza

    • Leptospirosis

    • Pasteurella aerogenes

    • Pasteurella multocida

    • Pigbel

    • Rabies

    • Salmonella cholerae-suis

    • Salmonellosis

    • Sarcosporidiosis

    • Scabies

    • Streptococcus dysgalactiae (group L)

    • Streptococcus milleri

    • Streptococcus suis type 2 (group R)

    • Swine vesicular disease

    • Taenia solium

    • Trichinella spiralis

    • Yersinia enterocolitica

    • Yersinia pseudotuberculosis

Berhati-hatilah wahai kaum muslimin dimanapun berada, Jangan pernah terjebak kedalam tipu daya kaum kafir. Apabila ada orang non muslim yang berbicara bahwa babi halal untuk dimakan. Apapun alasannya, mereka (kaum Nasrani dan Yahudi ingin memurtadkan umat islam) agar lupa dan menyimpang dari ajaran Agama Islam sesungguhnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Kitab Suci Alqur'an tentang tipu daya kaum Nasrani dan Yahudi ::::

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(Kitab Suci Alquran. Al-Baqarah : 120)

Insya Allah kita selalu dalam lindungan Allah Subhanallah Ta'ala, Amin Ya Robbal Alamin .... ::::::

Hukum Sholat Jum'at Bersamaan Dengan Hari Raya

Hukum Sholat Jumat Bersamaan Dengan Hari Raya (Idul Fitri / Adha)

Seperti kita ketahui, terkadang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari Jumat. Misalnya saja yang terjadi pada tahun ini (2010),

Di sinilah mungkin di antara kita ada yang bertanya, apakah sholat Jumat masih diwajibkan pada hari raya? Apakah kalau seseorang sudah sholat Ied berarti boleh tidak sholat Jumat? Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat Jumat yang jatuh bertepatan dengan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dalam kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah karya Imam Ad Dimasyqi, disebutkan bahwa : “Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jumat, maka menurut pendapat Imam Asy Syafi’i yang shahih, bahwa shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kampung yang mengerjakan shalat Jumat. Adapun bagi orang yang datang dari kampung lain, gugur Jumatnya. Demikian menurut pendapat Imam Asy Syafi’i yang shahih. Maka jika mereka telah shalat hari raya, boleh bagi mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, bagi penduduk kampung wajib shalat Jumat. Menurut Imam Ahmad, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun orang yang ditempati shalat Jumat. Kewajiban shalat Jumat gugur sebab mengerjakan shalat hari raya. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Menurut ‘Atha`, zhuhur dan Jumat gugur bersama-sama pada hari itu. Maka tidak ada shalat sesudah shalat hari raya selain shalat Ashar.” Ad Dimasyqi tidak menampilkan pendapat Imam Malik. Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid menyatakan pendapat Imam Malik sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Disebutkannya bahwa,“Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat,”Jika berkumpul hari raya dan Jumat, maka mukallaf dituntut untuk melaksanakannya semuanya….” Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa dalam masalah ini terdapat 4 (empat) pendapat : Pertama, shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kota (ahlul amshaar / ahlul madinah) yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat. Sedang bagi orang yang datang dari kampung atau padang gurun (ahlul badaawi / ahlul ‘aaliyah), yang di tempatnya itu tidak dilaksanakan shalat Jumat, gugur kewajiban shalat Jumatnya. Jadi jika mereka –yakni orang yang datang dari kampung — telah shalat hari raya, boleh mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Inilah pendapat Imam Syafi’i. Ini pula pendapat Utsman dan Umar bin Abdul Aziz. Kedua, shalat Jumat wajib tetap ditunaikan, baik oleh penduduk kota yang ditempati shalat Jumat maupun oleh penduduk yang datang dari kampung. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Jadi, shalat Jumat tetap wajib dan tidak gugur dengan ditunaikannya shalat hari raya. Ketiga, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun bagi orang yang ditempati shalat Jumat. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Demikian pendapat Imam Ahmad. Keempat, zhuhur dan Jumat gugur sama-sama gugur kewajibannya pada hari itu. Jadi setelah shalat hari raya, tak ada lagi shalat sesudahnya selain shalat Ashar. Demikian pendapat ‘Atha` bin Abi Rabbah. Dikatakan, ini juga pendapat Ibnu Zubayr dan ‘Ali.

2.Pendapat Yang Rajih

Kami mendapatkan kesimpulan, bahwa pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, rahimahullah. Rincian hukumnya adalah sebagai berikut: Hukum Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya -yang jatuh bertepatan dengan hari Jumat- gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak. Hukum Kedua, bagi mereka yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut, lebih utama dan disunnahkan tetap melaksanakan shalat Jumat. Hukum Ketiga, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib melaksanakan shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkan zhuhur. Hukum Keempat, mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk menunaikan shalat Jumat, tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Keterangan mengenai masing-masing hukum tersebut akan diuraikan pada poin berikutnya, Insya Allah.

2.1. Keterangan Hukum Pertama

Mengenai gugurnya kewajiban shalat Jumat bagi mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya, dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW yang shahih, antara lain yang diriwayatkan dari Zayd bin Arqam RA bahwa dia berkata : صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ “Nabi SAW melaksanakan shalat Ied (pada suatu hari Jumat) kemudian beliau memberikan rukhshah (kemudahan/keringanan) dalam shalat Jumat. Kemudian Nabi berkata,’Barangsiapa yang berkehendak (shalat Jumat), hendaklah dia shalat.” (HR. Al Khamsah, kecuali At Tirmidzi. Hadits ini menurut Ibnu Khuzaimah, shahih). Diriwayatkan dari Abu Hurayrah RA bahwa Nabi SAW bersabda : قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ “Sungguh telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Maka barangsiapa berkehendak (shalat hari raya), cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi. Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al Hakim juga meriwayatkan hadits ini dari sanad Abu Shalih, dan dalam isnadnya terdapat Baqiyah bin Walid, yang diperselisihkan ulama. Imam Ad Daruquthni menilai, hadits ini shahih. Ulama hadits lain menilainya hadits mursal). Hadits-hadits ini merupakan dalil bahwa shalat Jumat setelah shalat hari raya, menjadi rukhshah. Yakni, maksudnya shalat Jumat boleh dikerjakan dan boleh tidak. Pada hadits Zayd bin Arqam di atas (hadits pertama) Nabi SAW bersabda “tsumma rakhkhasha fi al jumu’ati” (kemudian Nabi memberikan rukhshash dalam [shalat] Jumat). Ini menunjukkan bahwa setelah shalat hari raya ditunaikan, shalat hari raya menjadi rukhshah (kemudahan/keringanan). Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, rukhshah adalah hukum yang disyariatkan untuk meringankan hukum azimah (hukum asal) karena adanya suatu udzur (halangan), disertai tetapnya hukum azimah namun hamba tidak diharuskan mengerjakan rukshshah itu. Jadi shalat Jumat pada saat hari raya, menjadi rukhshah, karena terdapat udzur berupa pelaksanaan shalat hari raya. Namun karena rukhshah itu tidak menghilangkan azimah sama sekali, maka shalat Jumat masih tetap disyariatkan, sehingga boleh dikerjakan dan boleh pula tidak dikerjakan. Hal ini diperkuat dan diperjelas dengan sabda Nabi dalam kelanjutan hadits Zayd bin Arqam di atas “man syaa-a an yushalliya falyushalli” (barangsiapa yang berkehendak [shalat Jumat], hendaklah dia shalat). Ini adalah manthuq (ungkapan tersurat) hadits. Mafhum mukhalafah (ungkapan tersirat) dari hadits itu -dalam hal ini berupa mafhum syarat, karena ada lafazh “man” sebagai syarat- adalah “barangsiapa yang tidak berkehendak shalat Jumat, maka tidak perlu shalat Jumat.” Kesimpulannya, orang yang telah menjalankan shalat hari raya, gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh menunaikan shalat Jumat dan boleh juga tidak. Mungkin ada pertanyaan, apakah gugurnya shalat Jumat ini hanya untuk penduduk kampung/desa (ahlul badaawi / ahlul ‘aaliyah) –yang di tempat mereka tidak diselenggarakan shalat Jumat– sedang bagi penduduk kota (ahlul amshaar / ahlul madinah) —-yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat– tetap wajib shalat Jumat ? Yang lebih tepat menurut kami, gugurnya kewajiban shalat Jumat ini berlaku secara umum, baik untuk penduduk kampung/desa maupun penduduk kota. Yang demikian itu karena nash-nash hadits di atas bersifat umum, yaitu dengan adanya lafahz “man” (barangsiapa/siapa saja) yang mengandung arti umum, baik ia penduduk kampung maupun penduduk kota. Dan lafazh umum tetap dalam keumumannya selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkannya. Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan (takhsis) keumumannya, maka tetaplah lafazh “man” dalam hadits-hadits di atas berlaku secara umum. (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, 2/273)

2.2.Keterangan Hukum Kedua Bagi mereka yang sudah shalat hari raya, mana yang lebih utama (afdhal), menunaikan shalat Jumat ataukah meninggalkannya ? Pada dasarnya, antara azimah (hukum asal) dan rukhshah kedudukannya setara, tak ada yang lebih utama daripada yang lain, kecuali terdapat nash yang menjelaskan keutamaan salah satunya, baik keutamaan azimah maupun rukhshah. Namun dalam hal ini terdapat nash yang menunjukkan keutamaan shalat Jumat daripada meninggalkannya. Pada hadits Abu Hurayrah RA (hadits kedua) terdapat sabda Nabi “innaa mujammi’uun” (Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat). Ini menunjukkan bahwa meskipun Nabi SAW menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah, yakni boleh dikerjakan dan boleh tidak, akan tetapi Nabi Muhammad SAW faktanya tetap mengerjakan shalat Jumat. Hanya saja perbuatan Nabi SAW ini tidak wajib, sebab Nabi SAW sendiri telah membolehkan untuk tidak shalat Jumat. Jadi, perbuatan Nabi SAW itu sifatnya sunnah, tidak wajib.

2.3.Keterangan Hukum Ketiga Jika orang yang sudah shalat hari raya memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, wajibkah ia shalat zhuhur ? Jawabannya, dia wajib shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkannya. Wajibnya shalat zhuhur itu, dikarenakan nash-nash hadits yang telah disebut di atas, hanya menggugurkan kewajiban shalat Jumat, tidak mencakup pengguguran kewajiban zhuhur. Padahal, kewajiban shalat zhuhur adalah kewajiban asal (al fadhu al ashli), sedang shalat Jumat adalah hukum pengganti (badal), bagi shalat zhuhur itu. Maka jika hukum pengganti (badal) -yaitu shalat Jumat- tidak dilaksanakan, kembalilah tuntutan syara’ kepada hukum asalnya, yaitu shalat zhuhur. Yang demikian itu adalah mengamalkan Istish-hab, yaitu kaidah hukum untuk menetapkan berlakunya hukum asal, selama tidak terdapat dalil yang mengecualikan atau mengubah berlakunya hukum asal. Dengan demikian, jika seseorang sudah shalat hari raya lalu memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, maka ia wajib melaksanakan shalat zhuhur.

2.4. Keterangan Hukum Keempat

Mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk tetap menunaikan shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Dengan kata lain, rukhshah untuk meninggalkan shalat Jumat ini khusus untuk mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya. Mereka yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak mendapat rukhshah, sehingga konsekuensinya tetap wajib hukumnya shalat Jumat. Dalilnya adalah hadits Abu Hurayrah (hadits kedua) dimana Nabi SAW bersabda “fa man syaa-a, ajza-a-hu ‘anil jumu’ati” (Maka barangsiapa yang berkehendak [shalat hari raya], cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi). Ini adalah manthuq hadits. Mafhum mukhalafahnya, yakni orang yang tak melaksanakan shalat hari raya, ia tetap dituntut menjalankan shalat Jumat. Imam Ash Shan’ani dalam Subulus Salam ketika memberi syarah (penjelasan) terhadap hadits di atas berkata : “Hadits tersebut adalah dalil bahwa shalat Jumat -setelah ditunaikannya shalat hari raya– menjadi rukhshah. Boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Tetapi (rukhshah) itu khusus bagi orang yang menunaikan shalat Ied, tidak mencakup orang yang tidak menjalankan shalat Ied.” (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112) Jadi, orang yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak termasuk yang dikecualikan dari keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat. Yang dikecualikan dari keumuman nash itu adalah yang telah shalat hari raya. Maka dari itu, orang yang tidak shalat hari raya, tetap wajib atasnya shalat Jumat.

3.Meninjau Pendapat Lain

3.1.Pendapat Imam Syafi’i Pada dasarnya, Imam Syafii tetap mewajibkan shalat Jumat yang jatuh bertepatan pada hari raya. Namun beliau menetapkan kewajiban tersebut hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Ied (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat. Sebenarnya Imam Syafi’i berpendapat seperti itu karena menurut beliau, hadits-hadits yang menerangkan gugurnya kewajiban shalat Jumat pada hari raya bukanlah hadits-hadits shahih. Sehingga beliau pun tidak mengamalkannya. Inilah dasar pendapat Imam Syafi’i. Menanggapi pendapat Imam Syafi’i tersebut, Imam Ash Shan’ani dalam Subulus Salam berkata : “Asy Syafi’i dan segolongan ulama berpendapat bahwa shalat Jumat tidak menjadi rukhshah. Mereka berargumen bahwa dalil kewajiban shalat Jumat bersifat umum untuk semua hari (baik hari raya maupun bukan). Sedang apa yang disebut dalam hadits-hadits dan atsar-atsar (yang menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah) tidaklah cukup kuat untuk menjadi takhsis (pengecualian) kewajiban shalat Jumat, sebab sanad-sanad hadits itu telah diperselisihkan oleh ulama. Saya (Ash Shan’ani) berkata,’Hadits Zayd bin Arqam telah dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah…maka hadits tersebut dapat menjadi takhsis (pengecualian)…” (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112). Dengan demikian, jelaslah bahwa Imam Syafi’i tidak menilai hadits Zayd bin Arqam tersebut sebagai hadits shahih, sehingga beliau tidak menjadikannya sebagai takhsis yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Beliau kemudian berpegang kepada keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat pada semua hari (QS Al Jumu’ah ayat 9), baik hari raya maupun bukan. Tapi, Imam Ash Shan’ani menyatakan, bahwa hadits Zayd bin Arqam adalah shahih menurut Ibnu Khuzaimah. Dalam hal ini patut kiranya ditegaskan, bahwa penolakan Imam Syafi’i terhadap hadits Zayd bin Arqam tidaklah mencegah kita untuk menerima hadits tersebut. Penolakan Imam Syafi’i terhadap hadits Zayd bin Arqam itu tidak berarti hadits tersebut –secara mutlak– tertolak (mardud). Sebab sudah menjadi suatu kewajaran dalam penilaian hadits, bahwa sebuah hadits bisa saja diterima oleh sebagian muhaddits, sedang muhaddits lain menolaknya. Dalam kaitan ini Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyah Juz I berkata : “…(kita tidak boleh cepat-cepat menolak suatu hadits) hanya karena seorang ahli hadits tidak menerimanya, karena ada kemungkinan hadits itu diterima oleh ahli hadits yang lain. Kita juga tidak boleh menolak suatu hadits karena para ahli hadits menolaknya, karena ada kemungkinan hadits itu digunakan hujjah oleh para imam atau umumnya para fuqaha… ” Maka dari itu, kendatipun hadits Zayd bin Arqam ditolak oleh Imam Syafi’i, tidak berarti kita tidak boleh menggunakan hadits tersebut sebagai dalil syar’i. Sebab faktanya ada ahli hadits lain yang menilainya sebagai hadits shahih, yakni Imam Ibnu Khuzaimah, sebagaimana penjelasan Imam Ash Shan’ani. Jadi, beristidlal dengan hadits Zayd bin Arqam tersebut tetap dibenarkan, sehingga hukum yang didasarkan pada hadits tersebut adalah tetap berstatus hukum syar’i.

3.2.Pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah Imam Malik dan Abu Hanifah tetap mewajibkan shalat Jumat, baik bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar), maupun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi). Ibnu Rusyd menjelaskan argumentasi kedua Imam tersebut : “Imam Malik dan Abu Hanifah berkata, ‘Shalat hari raya adalah sunnah, sedang shalat Jumat adalah fardhu, dan salah satunya tidak dapat menggantikan yang lainnya. Inilah yang menjadi prinsip asal (al ashlu) dalam masalah ini, kecuali jika terdapat ketetapan syara’, maka wajib merujuk kepadanya…” Dari keterangan itu, nampak bahwa Imam Malik dan Abu Hanifah juga tidak menerima hadits-hadits yang menerangkan gugurnya shalat Jumat pada hari raya. Konsekuensinya, beliau berdua kemudian berpegang pada hukum asal masing-masing, yakni kesunnahan shalat Ied dan kewajiban shalat Jumat. Dasar pendapat mereka sebenarnya sama dengan pendapat Imam Syafi’i. Namun demikian, beliau berdua memberikan perkecualian, bahwa hukum asal tersebut dapat berubah, jika terdapat dalil syar’i yang menerangkannya. Atas dasar itu, karena terdapat hadits Zayd bin Arqam (yang shahih menurut Ibnu Khuzaimah) atau hadits Abu Hurayrah RA (yang shahih menurut Ad Daruquthni), maka sesungguhnya hadits-hadits tersebut dapat menjadi takhsis hukum asal shalat Jumat, yakni yang semula wajib kemudian menjadi rukhshah (tidak wajib). Dengan demikian, yang berlaku kemudian adalah hukum setelah ditakhsis, bukan hukum asalnya, yakni bahwa shalat Jumat itu menjadi rukhshah bagi mereka yang menunaikan shalat hari raya, dan statusnya menjadi tidak wajib. Inilah pendapat yang lebih tepat.

3.3.Pendapat ‘Atha bin Abi Rabah ‘Atha bin Abi Rabbah berpendapat bahwa jika hari Jumat bertepatan dengan hari raya, maka shalat Jumat dan zhuhur gugur semuanya. Tidak wajib shalat apa pun pada hari itu setelah shalat hari raya melainkan shalat ‘Ashar. Imam Ash’ani menjelaskan bahwa pendapat ‘Atha` tersebut didasarkan pada 3 (tiga) alasan, yaitu :

Pertama, berdasarkan perbuatan sahabat Ibnu Zubayr RA sebagaimana diriwayatkan Imam Abu Dawud, bahwasanya :

عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ

“Dua hari raya (hari raya dan hari Jumat) telah berkumpul pada satu hari yang sama. Lalu dia (Ibnu Zubayr) mengumpulkan keduanya dan melakukan shalat untuk keduanya sebanyak dua rakaat pada pagi hari. Dia tidak menambah atas dua rakaat itu sampai dia mengerjakan shalat Ashar.” (HR Abu Dawud). Kedua, shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) pada hari Jumat, sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal) bagi shalat Jumat. Maka dari itu, jika hukum asal telah gugur, otomatis gugur pulalah hukum penggantinya. Ketiga, yang zhahir dari hadits Zayd bin Arqam, bahwa Rasul SAW telah memberi rukhshah pada shalat Jumat. Namun Rasul SAW tidak memerintahkan untuk shalat zhuhur bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Jumat. Demikianlah alasan pendapat ‘Atha` bin Abi Rabbah. Imam Ash Shan’ani tidak menerima pendapat tersebut dan telah membantahnya. Menurut beliau, bahwa setelah shalat hari raya Ibnu Zubayr tidak keluar dari rumahnya untuk shalat Jumat di masjid, tidaklah dapat dipastikan bahwa Ibnu Zubayr tidak shalat zhuhur. Sebab ada kemungkinan (ihtimal) bahwa Ibnu Zubayr shalat zhuhur di rumahnya. Yang dapat dipastikan, kata Imam Ash Shan’ani, shalat yang tidak dikerjakan Ibnu Zubayr itu adalah shalat Jumat, bukannya shalat zhuhur. Untuk alasan kedua dan ketiga, Imam Ash Shan’ani menerangkan bahwa tidaklah benar bahwa shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal). Yang benar, justru sebaliknya, yaitu shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat merupakan penggantinya. Sebab, kewajiban shalat zhuhur ditetapkan lebih dahulu daripada shalat Jumat. Shalat zhuhur ditetapkan kewajibannya pada malam Isra’ Mi’raj, sedang kewajiban shalat Jumat ditetapkan lebih belakangan waktunya (muta`akhkhir). Maka yang benar, shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat adalah penggantinya. Jadi jika shalat Jumat tidak dilaksanakan, maka wajiblah kembali pada hukum asal, yakni mengerjakan shalat zhuhur. (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112)

4.Kesimpulan Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika hari raya bertepatan dengan hari Jumat, hukumnya adalah sebagai berikut : Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya (Ied), gugurlah kewajiban shalat Jumat atasnya. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak. Namun, disunnahkan baginya tetap melaksanakan shalat Jumat. Kedua, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib atasnya melaksanakan shalat zhuhur. Tidak boleh dia meninggalkan zhuhur. Ketiga, adapun orang yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Tidak boleh pula dia melaksanakan shalat zhuhur. Wallahu a’lam

Minggu, 12 September 2010

Renungan Bulan Syawal

Kita sedih karena bulan Ramadhan yang penuh berkah telah meninggalkan kita . Hari di mana jika kita melakukan suatu amal sholeh di lipatkan berkali kali , hari dimana pintu pintu Jannah dibuka lebar lebar dan pintu Neraka di tutup rapat rapat . Bulan yang di dalamnya pada salah satu malamnya terjadi Lailatul Qodar . Itulah bulan Romadhon yang para sahabat Rosulullah berharap atauberandai andai jika pada 11 bulan yang lain seperti Romadhon dan juga kebanyakan dari mereka berharab agar umurya di pertemukan kembali pada bulan Romadhon yang akan datang .

Bulan Romadhon telah berlalu , telah meninggalkan kita dengan kenangan yang indah , telah berganti dengan bulan syawal . Memasuki 1 syawal segenapkaum muslimin berbahagia dan bersenang hati ,senyumnya mengembang . Setiap kaum muslimin yang kita jumpai dalam keadaan tersenyum dan memang pada memang pada hari ini 1 syawal di harapkan semua kaummuslimin tersenyum . Oleh karenanya Rosulullah Muhammad SAW uswah kita , ketika beliau berangkat menuju tanah lapang untuk melaksanakan sholat Idul Fitri , beliau bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang bersedih , maka beliau menghampiri anak itu di tanyakan keadaannya dan perihal kesedihannya itu . Maka di berinya anak itu pakaian dan juga di jadikannya anak itu anak angkat beliau sehingga menjadikannya anak itu tersenyum .
Maknanya jika kita menjumpai ada kaum muslimin yang tidak bisa tersenyum karena tidak ada bahan makanan di rumahnya untul beridul fitri , maka kita keluarkan zakat fitrah kita , kita keluarkan zakat mal kita dan kita berikan kepadanya agar pada hari ini dia bisa ikut tersenyum , bisa ikut bergembira menyambut 1 syawal . Karena rasa bahagianya itu mereka mengagungkan Allah Azaa Wajalla , itulah salah satu hikmah di syareatkannya zakat bagi yang mampu .

Hari ini kita boleh tersenyum , bersenang hati karena sebagian dari banyak kewajiban yang di bebankan di pundak kita telah kita tunaikan dengan baik , puasa satu bulan sudah , sholat sudah , mengeluarkan zakat sudah bahkan kita lengkapi kewajiban kita itu dengan amal amal nawafil sholat terawih , i'tikaf mengahatkan Al qur'an , memberikan buka puasa , dan lain sebagainya . Namun itu semua senyum kita hari ini belum tentu kita bisa tersenyum yang sama manakala kita menghadapi pengadilan di akherat kelak . Belum tentu amal amal yang telah kita kerjakan itu bisa kita petik hasilnya / buahnya besuk pada hari kiamat kelak .

Pada saat kita membawa seluruh amal ibadah kita di dunia itu kita bawa kehadapan Allah Ta'ala dan kita berharap agar seluruh amalan kita itu di terima oleh Allah sebagai amal sholeh , akan tetapi seluruh amal yang kita bawa itu tidak dapat mendatangkan ampunan Allah dan tidak kita bungkus amalan kita itu dengan qolbun salim ( hati yang bersih ) maka seluruh amalan yang kita bawa itu tidakbisa membawa manfaat sedikitpun bagi kita , yang oleh Rosulullah mensifati orang yang seperti itu ( membawa seluruh amalannya akan tetapi amalan yang di bawanya itu tidak ada manfaatnya ) sebagai orang yang bangkrut .
Apa itu Qolbun Salim . Qolbun Salim adalah apabila seluruh amalan kita itu bersih dari 4 faktor : bersih dari riya' artinya memurnikan setiap amal dengan keikhlasan , bersih dari syirik artinya amalan kita tidak terkotori oleh dosa syirik akbar sedikitpun , bersih dari bid'ah artinya setiap amalan kita mengikuti sunah atau dalil dalil yang ada atau tau ilmunya dan bersih dari kekufuran artinya kufur nikmat .
Bersihnya 4 faktor itu meliputi amalan hati , amalan lesan dan amalan anggota badan .

Pada Qur'an surat Al Isra' 19 memberikan penjelasan yang sangat gamblang bagi kita : " Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat dan berusaha kearah itu dengan sungguh sungguh sedang ia adalah mukmin , maka mereka itu adalah orang orang yang usahanya di balasi dengan baik " .
Pada ayat tersebut memberikan gambaran siapakah orang orang yang beruntung itu menurut pandangan Allah . Pada ayat itu mempunyai 3 ciri khusus yaitu : 1. seluruh pandangannya hanya tertuju pada satu tujuan yaitu untukkehidupan di akherat . Bahwa kehidupannya yang abadi bukan di dunia ini , ia kumpulkan bekal sebanyak banyaknya dengan amal amal sholeh yang ia usahakan di dunia ini , ia bangun akheratnya sedikit demi sedikit walaupun terkadang kehidupan dunianya tidaklah sukses atau kaya .
2. Berusaha dengan sungguh sungguh dan dia yakin akan hal itu ( tentunya dengan dasar ilmu ) . Ia yakin bahwa amal amal yang telah ia kerjakannya itu pasti ada balasannya . Karena ini adalah syareat yang harus dia kerjakan maka iapun melakukannya , walaupun hatinya terasa berat untuk melakukannya dan terkadang terasa pahit serta bertolah belakang dengan nafsu dan akalnya . Sebagai contoh amalan shoum Romadhon . Ia tahan dirinya dari makan dan minum serta apa saja yang dapat membatalkan shoumnya itu , ia tahan dirinya baik dalam keadaan sendirian ataupun dalam keadaan bersama orang banyak . Karena itu adalah syareat yang harus dia kerjakan maka iapun mengerjakannya , jika ia tidak yakin bahwa amalannya itu di lihat oleh Allah tidak mungkin ia melakukannya , dan keyakinan itu tidak mungkin dia peroleh jika dia tidak tau ilmunya .
3. Mukmin . Artinya seluruh amalan apapun jenis amalannya itu akan bermanfaat dan anai nilainya jika orang tersebut mukmin . Akan tetapi jika orang tersebut kafir maka sebanyak apapun kebaikannya tidak ada manfaatnya . Mukmin adalah syarat utama yang harus di penuhi dan juga hal tersebut dapat diartikan bahwa imanya jugaharus benar murni dan lurus .
Jadi inti dari QS : Al isra' 19 beriman ilmu amal dan yakin sehingga akan mendapatkan balasan dan bermanfaat bagi dirinya .

Al Qur'an memberikan 2 contoh perihal akan keyakinan yaitu contoh pada makhluk Allah bernama wanita . Yang pertama hal itu di ceritakan dalam QS : Ibrahim 37 . Disana di ceritakanbagaimana ketabahan dan keyakinan seorangwanita yang bernama hajar dengan bayinya yang masih menyusui di tinggal sendirian oleh Ibrahim As di tengah lembah yang tak bertuan dan tidak ada satu tumbuhanpun yang hidup , yang hanya di bekali dengan sedikit air dan makanan akan tetapi di tinggal dalam waktu yang lama . Maka berkata hajar kepada Ibrahim : " Apakah engkau hendak meninggalkan aku dan bayiku ini sendirian di tengah lembah yang tak berpenghuni ini ?? ", Apakah ini atas kemauanmu sendiri ?? ". Jawab ibrahim sambil berlalu " Tidak " . Jawab hajar jika demikian pasti Alah tidak akan menelantarkan hambanya itu sendirian .

Yakin bahwa Allah pasti akanmenolongnya . Akan tetapi pertolongan Allah itu tidak langsung turun begitu saja , pertolongan Allah akan turun manakala usaha seseorang telah mencapai puncaknya dan amalannya itu telah sesuai dengan apa yang Allah perintahkan . Hal itu dicontohkan oleh hajar yang berlari dari bukit shofa menuju marwa , dia berlari pada satu bukit jika ada kafilah yang lewat maka dia akan meminta bantuan . Hal itu hajar lakukan sebanyak 7 kali menandakan akan kesungguhannya dengan melihat sebab akibat . Manakala usahanya telah maksimal tenaganya telah habis dan banyinya telah berhenti menangis karena kehausan yang sangat , maka saat itulah pertolongan Allah itu turun .
Kisah yang kedua seperti di ceritakan dalam QS : Al Qoshos 7 yaitu mengenai Ibu Musa yang menghanyutkan bayinya di sungai Nil yang secara nalar hal itu adalah suatu tindakan yang gila , akan tetapi karena itu adalah satu perintah Allah yang harus di lakukannya , maka tanpa pikir panjang di lakukannya .
Pada kisah ibu Musa juga sama seperti kisah Hajar dan bayinya , bahwa bayinya itu tidak di hanyutkan kesungai Nil begitu saja . Diikutinya bayinya itu dari kejauhan ( ada satu usaha yang dilakukan ) .

Pada kedua kisah tersebut dapat diambil satu pelajaran berharga bahwa seorang wanita yang lemah dapat dengan tabah dan yakin melalui perintah Allah , bagaimana halnya dengan seorang laki laki yang secara fisik lebih kuat tentunya harus lebih bisa melaluinya .

Syareat Allah ( dalam hal ini syareat Islam yang di bawa oleh Rosulullah Muhammad SAW ) terkadang di fikir secara nalar , tidak masuk akal dan bertentangan dengan nafsu manusia . Oleh karenaitu orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir maka tidak ada pilihan baginya selain menjalankan syareat itu mau tidak mau , ringan maupun berat . Hal itu perlu suatu kebulatan tekad untuk menjalankannya . Sesuatu di dunia ini pasti ada resikonya apapun perbuatan itu salah satu contohnya yang ringan makan misalnya ada resikonya , resikonya kita kenyang dan setelah itu ingin buang air besar . Begitu pula Islam . Seseorang yang telah memahami islam secara benar dan menyeluruh maka Islam menuntut akan merealisasikan kefahamannya itu dalam realitas sehari hari karena Islam adalah agama yang menuntut praktek nyata dan prakteknya itu juga mempunyai akibat yang harus di terima bagi orang yang melaksanakan islam , baik itu yang mengenakkan dirinya maupun tidak mengenakkan dirinya sebagaimana halnya jika kita makan . Resiko yang paling ringan orang yang melaksanakan islam secara benar sesuai dengan dalil yaitu terkucilkan , menjadi orang yang asing di tengah tengah masyarakatnya atau dianggap sebagai orang yang gila . Hal itu dikarenakan aqidah yang diyakininya itu , bukan karena akhlaqnya yang buruk atau aqalnya yang sakit . Karena aqidah menunutut hal itu sehingga di musuhi dan hal itu sudah menjadi sunatullah .
Oleh karena itu perlu kita tata hati kita , kita siapkan mental kita untukmenghadapi hal itu . Jika hati kita dan mental kita tidak kita persiapkan maka kita akan mengalami kebingungan ditengah tengah peperangan antara Al Haq dan Al Batil , hidup kita mudah diombang ambingkan dan mudah menyerah dan mengeluh .

Sejak diturunkannya ayat : " Telah Ku sempurnakan nikmatKu dan telah Aku ridhoi Islam sebagai Dien kamu " maka pada saat itu islam telah sempurna tidak perlu ditambah dan dikurangi . Syareat Islam telah baku dan tetap , tidak bisa diotak atik oleh akal . Jalan telah dibuat dan rambu rambu penunjuk jalan juga telah jelas , manusia tidakperlu membuat jalan sendiri dan membuat rambu rambu sendiri dengan susah payah . Manusia tinggal mengikuti dan menapaki jalan itu setapak demi setapak jika dia ingin berjalan menuju Rabbnya dengan MENGIKUTI PETUNJUK ALLAH , bukannya kita berjalan meniti jalan itu tetapi mengikuti hawa nafsu dan akal kita .

Untuk menutup uraian ini kita renungi QS : Al Kahfi 103 -104 " Katakanlah ' Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang orang yang pali merugi perbuatannya ? ' Yaitu orang orang yang telah sia sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini , sedangkanmereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik baiknya " .
Pada ayat tersebut menyindir orang orang yang menyangka bahwa amal perbuatannya itu sudah baik , sudah islami , sudah banyak dan menyangka sudah mengantongi tiket masuk Jannah , akan tetapi timangan benar tidaknya dia dalam beramal itu adalah : menurut pendapat kebanyakan orang , menurut adat istiadat yang berlaku pada saat itu , atau menurut timbangan nafsu dan akalnya yang dangkal sehingga cara pandangnya tentang islam itu berubah 180 derajat .

Oleh karena itu pada bulan syawal ini setelah kita lulus dari madrasah romadhon , kita perbaiki cara pandang kita , kita tapaki jalan menuju Allah itu setapak demi setapak yaitu jalan satu kafilah panjang dari Rosulullah , para shahabat beliau dan orang orang sholeh yang mengikuti beliau hingga hari kiamat ( kita berjalan manakala mereka berjalan dan kita berhenti manakala mereka berhenti ) . Kita tidak perlu membuat jalan sendiri dan membuat rambu rambu sendiri sehingga menambah beban penderitaan dan kebingungan kita .
Kita tundukkan nafsu dan akal kita untuk mengikuti dalil dalil yang telah ada secara jelas sedikit demi sedikit , selangkah demi selangkah secara terus menerus sampai kita menjumpai Al maut .
Dan akhirnya sesungguhnya yang menjadikan beratnya timbangan amal kita besok di akherat bukannya dari banyaknya amal , akan tetapi beratnya timbangan amal kita di hitung dari benarnya dalam kita beramal atau selalu berpihak kepada kebenaran yaitu senantiasa mengikhlaskan niat dan mengikuti Sunah .

Kamis, 09 September 2010

Balada Si Tukang Cat

Pada catatan kami kali ini mungkin membuat kening pembaca berkerut , memang sengaja kami ambilkan satu cerita fiktif yang semoga ada manfaatnya .

Ada seorang saudagar kaya yang mempunyai satu fila di puncak yang mana saudagar itu di samping kaya dia juga dermawan , akan tetapi kedermawanannya itu akan berubah jadi kemurkaan manakala jika amanah yang dia berikan pada seseorang itu di selewengkan . Singkat cerita sang saudagar itu ingin merenofasi rumahnya yang ada di puncak yaitu dengan mengecat ulang . Di carilah seorang tukang cat . setelah di dapat maka sang pengecat rumah di suruh datang ke tempat sang saudagar itu di kota . setelah sampai di rumah sang saudagar kaya si pengecat rumah itu di suruh menunggu di ruang tamu , setelah di tunggu agak lama ( karena kesibukan si tuan rumah ) maka si tukang cat itu bertemu empat mata . Dan sang saudagar itu melihat si tukang cat dengan seksama danlama sekali dia perhatikan si tukang cat itu sampai sampai si tukang cat di buat salah tingkah , maka langkah terbaik bagi si tukang cat selain hanya diam dan duduk dengan setenang mungkin menunggu sang tuan rumah berkata .

Maka berkatalah sang tuan rumah ( saudagar itu ) : " Taukah bapak saya suruh datang ke sini sendiri ?? " Karena saya ingin melihat sendiri orang yang ingin saya pekerjakan itu , apakah orang itu jujur apa tidak dalam bekerja . Saya dapat melihat kejujuran seseorang dengan melihat gelagat dan sorot mata seseorang ( itulah salah satu kelebihan sang saudagar di samping dia kaya raya ) " . Lalu si tukang cat menjawab : " Lantas apa yang harus saya kerjakan pak ?? dan kapan saya harus memulai pekerjaan saya itu ??"
Sang saudagar berkata : " Saya percaya dengan kamu , maka tugas yang hasrus kamu kerjakan adalah mengecat ulang rumah saya yang ada di puncak , nanti lokasinya akan di tunjukkan salah satu karyawan saya . Ingat lakukanlah dengan serapi mungkin , tidak perlu tergesa gesa . semua sarana untuk pengecatan ada di sana tinggal kamu pergunakan , segala kebutuhan kamu untuk pengecatan tinggal bilang karyawan saya di nomor ini ( sambil menyodorkan sebuah nomor HP ) ingat berapapun biaya yang anda minta akan saya sanggupi , akan tetapi jika ada yang tidak sesuai dengan selera saya jangankan bayaran maka denda dari saya akan anda terima karena menyelewengkan kepercayaan yg saya berikan kepada anda . Apakah anda faham apa yang saya katakan ?? ".
" Saya faham tuan , besok bisa saya mulai pekerjaan saya itu " .

Pada pagi harinya si tukang cat pergi ke puncak yang ada di kota itu , tak berapa lama sampailah ia ketempat yang di tuju . Dengan geleng geleng sambilberkata dalam hati alangkah besarnya rumah ini pantas saja ia di juluki saudagar kaya . Dia berputar putar di rumah itu lama hampir seharian dia di tempat tersebut , dia amati setiap ruangan di rumah itu dengan teliti . setelah pengamatannya selesai dia pulang kembali kerumahnya dia susun rencana rencana untuk pengecatan dari A - Z . Pada esok harinya dia datang kembali kerumah sang saudagar itu , dan kebetulan juga sang saudagar ada dirumah . Setelah masuk di ruang tamu dia berkata : " Gini tuan saya sanggup mengerjakannya , akan tetapi saya butuh waktu satu bulan untuk menyelesaikannya dan mungkin biayanya kurang lebih sekian juta " . Lalu sang saudagar itu berkata : " Apakah anda yakin bisa , jika anda yakin mampu maka biayanya tak jadi masalah buat saya akan tetapi apakah kamu masih ingat kata kata saya tempo hari " . " Ingat tuan " .
Maka di capailah kesepakatan antara dua fihak .

Pada esok harinya sang tukang cat mendatangi vila sang saudagar kaya itu . Setelah sampai di tempat dia buka pintu garasi , maka dalam garasi itu sudah ada sepeda motor yang masih bagus ( karena jarang di pakai oleh si tuan rumah ) . Dia tidak usak pakai sepeda motor miliknya , dan dia tinggal pakai sepeda motor yang ada di situ , dan memang itu sudah di sediakan untuk keperluannya . Di pakainya sepeda motornya itu untuk putar putar di lingkungan sekitar pegunungan karena memang dia jarang sekali menikmati hal itu ( kerjaan yang sangat santai , tidak ada yang mengawasinya pula kalaupun ada paling tukang kebun itupun tidak banyak tingkah dan hanya diam ) dia melakukan hal itu seharian penuh dan menjelang sore dia baru kembali dan setelah itu dia bersih bersih untukpulang itupun dia pulang bukan naik motornya akan tetapi dengan motor tersebut , jadi praktis dia seharian tidak berkerja . Dia lakukan hal itu selama dua hari dia menikmati fasilitas yang ada di dalam rumah itu sepuas puasnya .
Baru setelah itu dia melakukan pekerjaannya itu , dia membeli seluruh peralatan yang dia butuhkan untuk pengecatan , mulai dari cat , amplas , kuas dan lain lain .

Dia pergi kesalah satu toko bangunan di kota dia meminta seluruh keperluannya itu dan diaminta total biayanya plus biaya antar sampai tujuan . Setelah dia mendapatkan nota pembelian itu dia telfon salah satu karyawan sang saudagar yang ada di nomor yang dia pegang dan dia meminta sejumlah uang . Dan selang beberapa lama salah satu utusan sang bosnya itu datang menjumpainya di salah satu tempat . Setelah uang dia terima maka dia langsung menuju ke toko bangunan untuk membayar seluruh biayanya tadi kontan .
Akan tetapi ada satu hal yang dia lewatkan dan hal itu sangat vital yaitu dia tidak menanyakan warna warna cat untuk mengecat kepada sang utusan bosnya itu . Warna warna cat yang dia beli tentunya menurut seleranya sendiri , bukan menurut selera sang bos yang memperkerjakannya itu . Itulah kesalahan yang sangat vital yang dia perbuat dan diapun tidak merasa sedikitpun , mungkin karena sudah pengalamannya mengerjakan banyak rumah sehingga dia tidak perlu bertanya lagi .

Setelah tiba di tempat tujuan yaitu vila tempat sang juragannya itu dan seluruh pesanannya itu sampai maka dia buka satu persatu cat cat yang dia pesan itu . Dia sedikit bingung dengan warna cat itu dengan dinding aslinya . Apakah akan dia rubah warna dindingnya itu semua atau masih menurut warna asli yang ada . Kebingungannya itu tidak betahan lama karena dia berinisiatif menelpon teman seprofesinya untuk konsultasi . Bukannya dia kepada sang saudagar yang mempekerjakannya itu , akan tetapi dia malah tanya ketanya pada yang lain , yang belum tentu hal itu sesuai dengan selera sang bosnya . Singkat cerita selesai sudah acara pengecatan pada seluruh ruangan yang ada dengan rapi dan bagus . Dia datangi sang juragannya itu melaporkan hasil pekerjaannya itu dan dia meminta upah kepada sang tuannya .
Maka sang juragan berkata kepadanya : " Besok aku akan mengecek kesana hasil kerjaanmu itu jika sesuai dengan selera saya kamu akan saya bayar , jika tidak kamulah yang harus membayarnya " .

Setelah sampai divila sang juragan itu berputar putar di setiap ruangan , setelah selesai dengan muka merah padam sang juragan itu keluar dari rumah itu dan menemui si tukang cat dipekarangan rumah . Dengan nada marah sang juragan berkata : " Atas perintah siapa anda mengecat rumah saya dengan warna yang tidak saya sukai , anda juga tidak bertanya kepada saya perihal warnanya , dan warna warna yang telah anda cat di dinding sangat saya benci . Dan satu lagi anda telah mengkhianati kepercayaan saya karena menurut pengakuan tukang kebun saya kamu melakukan tindakan yang tidak seharusnya anda lakukan yaitu mengacak acak seluruh ruangan yang seharusnya ada satu ruangan yang tidak boleh kamu memasukinya dan jangan kamu cat dindingnya . karena kamu tidak pernah bertanya pada saya sedikitpun tentang apa saja mengenai pengecatan maka jangankan upah maka mau tidak mau anda harus mengecat ulang seluruh ruangan itu dengan biaya anda sendiri dengan salah satu merek cat yang saya pilih , itu sebagai konsekwensi di awal kesepakatan kita , jika tidak urusannya adalah kepolisian .
Nasib ........... oh nasib gara gara tidak mau bertanya , si tukang cat merasa menyesal sekali dan sang juragannya pun tidak ada kata kompromi karena data data sudah jelas .

Apa yang dapat kita ambil dari cerita fiktif tersebut :
1. Kita sebagai manusia ciptan Allah dan akan kembali menuju Allah , semua manusia dimuka bumi mengakui akan hal itu kecuali orang ateis .
2. Karena manusia itu ciptaan Allah maka mau tidak mau seorang manusia mempunyai satu tugas utama yang harus di jalaninya yaitu mengabdi kepada Sang Penciptanya , sebagaimana si tukang cat yang bekerja pada sang juragan yang kaya raya diatas .
3 . Allah Azza Wajalla memberikan perintah kepada manusia ( baik itu berupa perintah maupun larangan yang harus di lakukan oleh manusia ) maka pada saat itu juga Allah memberikan sarana dan prasarananya secara lengkap , sebagaimana sang juragan memberikan sarana yang ada pada si tukang cat pada cerita di atas .
Manusia diciptakan Allah dengan bentuk yang sempurna bukanlah satu perkara yang main main , akan tetapi mempunyai satu tujuan yang dan di skenario sangat rapi oleh Allah . Karena itulah di ciptakannya Jannah dan Neraka , di hamparkannya bumi sebagai tempat tinggalnya lengkap dengan asesoris yang ada di dalamnya , di utusnya para Nabi dan Rosul untuk membimbing manusia , di turunkannya Al kitab sebagai petunjuk langkahnya , itulah sarana dan prasasaranya yang Allah berikan untuk manusia kepada Sang Penciptanya .

Jadi tak ada satupun yang Allah ciptakan itu dengan sia sia , akan tetapi semuanya mempunyai tujuan tujuan tertentu , cuma karena kebodohan manusia saja yang tidak mengetahui hakekat itu semua .
4. Manusia yang di berikan satu tugas utama adalah untuk beribadah saja dan merealisasikan peribadatannya itu di muka bumi tidak di biarkan begitu saja tanpa ada pengawasan , walaupun Allah adalah Maha melihat , akan tetapi pengawas itu sebagai tujuan agar manusia tidak mempunyai alasan alasan untuk mengelak di hadapan Allah kelak . Hal itu sebagaimana si tukang kebun yang mengawasi si tukang cat pada cerita diatas . Wujud dari pengawasan Allah itu lebih canggih dari sekedar pengawasan manusia hari ini yang di ciptakannya CCTV atau yang lebih canggih dari itu . Wujud daripengawasan Allah banyak sekali diantaranya bumi yang dia pijak , setiap anggota tubuhnya sendiri , malaikat yang ada di kanan kirinya .
5. Diutusnya para Nabi dan Rosul dimuka bumi serta di turunkannya Al kitab di muka bumi adalah sebagai sarana bertanya manusia sebagai pekerja Allah . Orang yang bekerja pada seseorang atau pada satu perusahaan tertentu pasti orang itu terikat pada peraturan peraturan yang dibuat oleh yang memperkerjakannya itu . Begitu pula kita sebagai manusia yang mengaku beriman maka kita bekerja dan mengabdi kepada Allah maka wajar jika kita terikat pada peraturan peraturan yang Allah buat . Hal itu sebagaimana cerita diatas yang sang juragan memberikan satu nomor telefon yang bisa dihubungi setiap saat dan utusan sang pekerja yang kadang datang pada si tukang cat guna membantu tugas pengecatannya , akan tetapi si tukang cat malah mengesampingkan hal itu lebih menggunakan akal dannafsunya .

Jadi wajar jika sang juragan murka pada si tukang cat dan tidak menggajinya malah di suruh mengecat ulang dengan seluruh biayanya sendiri . Begitu juga Allah Azza Wajalla tentu lebih murka kepada manusia yang mengkhianati perjanjiannya ketika di alam ruh dulu dan sudah pas jika Allah menciptakan Jannah dan Neraka sebagai balasannya , pada cerita diatas masih mending si tukang cat di suruh mengulang pekerjaannya itu , akan tetapi besok di pengadilan Allah tidak ada kata mengulangi yang ada hanya penyesalan dan penyesalan .
Demikianlah akhir dari catatan kami