>

Total Tayangan Halaman

Senin, 25 April 2011

TAWAKAL

" Dan bertawakallah kepada ( Allah ) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang " . ( QS : Asy Syu'araa' 217 )





Seorang manusia yang sedang berjalan menuju Allah Ta'ala , tentunya dia membutuhkan satu bekal utama yaitu taqwa . Sedangkan ketaqwaan itu tidak mungkin di raihnya manakala orang tersebut tidak mempunyai ilmu ( ilmu ilmu syareat ) , Sedangkan ilmunya itu tidak akan membawa manfaat bagi dirinya manakala ia tidak mempunyai sifat yakin , jika keyakinan tidak di punyainya maka untuk bertawakal akan sangat sulit .
Tawakal kepada Allah hanya di miliki oleh orang orang yang imannya kuat dan mantapnya keyakinan seseorang akan kebenaran Islam . Sedangkan orang orang yang imannya lemah , ragu ragu atau bimbang akan kebenaran Islam , maka orang tersebut tidak memiliki sifat tawakal , walaupun paling kecil , hal itu di karenakan hilangnya keyakinan atas dirinya akan janji janji Allah dan janji RosulNya ( baik itu di dalam Al Qur'an maupun As Sunah ) .



Apa itu tawakal . dan bagaimana tawakal itu seharusnya menurut kacamata Islam ??


Tawakal dengan bahasa mudahnya adalah : Hanya bergantung kepada Allah di setiap keadaan . Apapun keadaanya , apakah dalam keadaan susah atau sempit atau dia dalam keadaan lapang ketawakalanya tidak berkurang karena keadaan .
Tawakal juga bermakna : Satu bentuk kepasrahan diri kita kepada Allah Azza Wajalla , menurut apa yang di kehendaki Allah SWT atas dirinya itu .
Berkata Imam Ahmad bin Hammbal : " Tawakal adalah amalan hati . Karena tawakal merupakan amalan hati , maka tawakal bukan dinyatakan dengan lesan dan anggota badannya " .
Semua penduduk langit dan bumi berada dalam tawakal kepada Allah , walaupun berbeda beda dalam bertawakal .

Di dalam riwayat At Tirmidzi di sebutkan dari Umar bin Khattab r.a secara marfu' di jelaskan :
" Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar benar tawakal , niscaya Allah Azza Wajalla akan melimpahkan rizki kepada kalian sebagaimana Allah Ta'ala memberikan rizki kepada burung , yang pergi pada pagi hari dengan perut kosong dan kembali pada sore hari dalam keadaan perut kenyang " .
Pada hadits tersebut menjelaskan tentang puncak tertinggi dari tawakal . Hal itu pernah di contohkan oleh Rosulullah Saw dalam satu riwayat bahwa pernah dalam satu bulan dapur beliau tidak mengeluarkan asap ( dalam arti memasak makanan ) , beliau lalui dengan air dan kurma .
Pernah pula jika di dalam rumah beliau tidak ada makanan , maka beliau pun berpuasa . Apakah beliau itu orang yang miskin ?? Tidak . Beliau orang yang kaya , karena seper lima harta rampasan perang untuk beliau dan jika beliau mau , maka beliau pun bisa hidup bergelimang harta . Beliau orang yang kaya , karena istri istri beliau di cukupi kebutuhan hidupnya selama setahun penuh ( bekan seperi orang hari ini , harian mingguan atau paling banter bulanan saja ) . Akan tetapi hasil dari seper lima itu baliau infakkan semua dan kembali kepada kaum muslimin ( adakah pemimpin hari ini yang seperti itu ??? ) .

Bentuk tawakal seperti hadist diatas juga pernah di contohkan oleh Abu Bakar Ash Sidiq r.a , Ketika Rosululah mengumumkan mobilisasi umum untuk persiapan perang tabuk . Satu perang yang sangat berat pada waktu itu . Apa yang di perbuat Abu Bakar r.a  . Akan tetapi Umar r.a takluk di hadapan Abu Bakar r.a dalam soal infak. Ya . Umar bin Khattab r.a mengifakkan setengah dari hartanya dan masih menyisakan setengahnya lagi untuk keluarganya . Akan tetapi lain halnya Abu Bakar r.a . Di kumpulkanya seluruh hartanya itu dalam karung dan di serahkan semua di hadapan Rosulullah untuk biaya perang tabuk  . Maka Rosulullah bertanya kepada Abu Bakar r.a : " Apa yang kau sisakan untuk keluargamu ?? " . Maka Abu Bakarpun menjawab : " Allah dan RosulNya dalam tanggungannya " ( tidak ada yang tersisa di rumah ) . Dengan kejadian tersebut lantas Umar bin Khattab berkata dalam hati : " Aku tidak mungkin lagi menyamai amalnya Abu Bakar " .
Demikianlah hasil dari didikan iman . Jika iman dan keyakinan telah mengakar kuat di dalam dada .

Di dalam Shahihain ( hadits shahih ) di sebutkan tentang 70 ribu dari umat Muhammad yang masuk Janah tanpa hisab . Mereka adalah orang orang yang tidak mempercayai sedikitpun mantra atau jampi jampi , tidak percaya tatoyyur atau meramal yang buruk  ( seperi kejatuhan cicak di kepalanya , jika ada burung tertentu bunyi tertanda akan ada orang yang mati , menabrak kucing , dls ) , tidak mengobati dengan sundutan api , tidak meminta di ru'yah dan hanya bertawakal kepada Allah 100 % .

Di dalam hadist yang lain di sebutkan , dari Annas bin Malik r.a berkata , bahwasanya Rosulullah Saw bersabda :
" Barangsiapa mengucapkan ( saat keluar rumah ) dengan asma' Allah , ' Aku bertawakal kepada Allah , tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah ' , maka di katakan kepadanya , kamu mendapat petunjuk , dilindungi dan di cukupkan . Lalu setan berkata kepada setan yang lainnya ,' Bagaimana miungkin kamu bisa memperdayai orang yang telah mendapat petunjuk , dilindungi dan di ukupi ?? " .


Macam Macam Tawakal


1. Tawakalnya pewaris para Nabi . Mereka bertawakal dalam rangka memenuhi hak hak syareat , lebih mementingkan faktor faktor yang dapat merusak Islam . Mereka dalam bertawakal dalam rangka menegakan dienullah dan menghentikan kerusakan dari orang orang yang membuat kerusakan dimuka bumi .
Dia berharap apa yang diinginkannya itu di cintai Allah dan di rindhoi Allah , dengan begitu ia mendapat kesudahan yang terpuji . ( Inilah tawakalnya orang orang yang beriman ) .

2. Tawakalnya orang awam artinya : Mereka bertawakal kepada Allah karena sesuatu yanghendak di dapatkannya , entah itu rizki , kesehatan , pertolongan saat melawan musuh , ingin mendapatkan istri dan ingin mendapatkan anak , dls . Jika sesuatu yang di inginkannya itu di benci Allah ( karena menyimpang dari syareat ) , maka apa yang di perolehnya itu justru akan membahayakan dirinya atau agamanya ( dan itu harus di waspadai ) .

3. Tawakalnya orang kafir . Artinya : Mereka bertawakal dalam rangka melakukan kemaksiatan , kesyirikan dan kekafiran kepada Allah . Jika yang diinginkannya itu terlaksana , maka hal itu akan semakin menambah jaunya dia dengan Rabbnya dan akan semakin menambah kekafirannya ( dari sebelumnya telah kafir ) . Atau dengan bahasa yang lain , hal itu sebagai istidraj yang tidak di sadarinya ( tertutupnya dari mengetahui letak kesalahan dirinya ).


Tuntutan Dari Tawakal 


Menurut Ibnu Qoyim tawakal itu membutuhkan suatu tuntunan yang harus di penuhi oleh orang yang bertawakal , antara lain :

1. Seseorang haruslah mengetahui Allah , Sifat sifatNya , ke Maha KuasaanNya , Kecukupan , Kesendirian dalam berkehendak , kembalina segala urusan makhluk kepada IlmuNya , dan semua yang terjadi atas berkat kehendak dan kekuasaan Allah semata . Hal ini tidak dapat di pungkiri oleh semua makhluk dan harus di yakini .

2. Menetapkan sebab akibat . Siapa yang meniadakan hal ini berarti tawakalnya ada yang tidak beres .
Manusia di berikan kelebihan oleh Allah berupa akal , yang mana dengan akal tersebut dapat mengambil suatu tindakan apa saja yang terbaik bagi manusia . sedangkan kaitannya dengan tawakal untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya haruslah di sertai satu usaha dengan menggunakan sarana dan prasarana yang dimiliki . Jika usahanya itu telah maksimal barulah menyandarkan usahanya itu pada ketetapan Allah , entah apa yang diinginkannya itu di kabulkan oleh Allah apa tidak .

contoh kasus :

* Jika seseorang ingin kenyang , orang tersebut tidak bisa hanya berdo'a kepada Allah saja supaya Allah memberikan dia kekenyangan , tanpa di lakukan satu usaha . Akan tetapi orang tersebut haruslah berusaha untuk mengambil sesuatu ( makana atau minuman ) , berusaha untuk memasukan makanan atau minuman tersebut kemulutnya dan di telannya . Baru setelah itu Allah akan memberikan satu kekenyangan ( itupun relatif bagi setiap orang )

* Jika seseorang ingin pergi meninggalkan rumah ( entah itu lama atau cepat sekalipun ) pastilah orang tersebut mengunci semua pintu dan jendela ( itulah satu bentuk usahanya dari menetapi sebab ) baru setelah itu di serahkan seluruh urusannya kepada Allah ( itulah satu bentuk tawakalnya  ) . Ternyata setelah dia kembali rumahnya dalam keaadan aman  ( itulah buah tawakal yang harus di sukuri ) , akan tetapi ternyata setelah dia kembali rumahnya di acak acak orang ( itu juga buah dari tawakal yang harus di sabarinya ) .
Lain halnya , jika seseorang ingin meninggalkan rumah , akan tetapi semua pintu dan jendela terbuka dan harta bendanya kelihatan semua dari luar , dia tidak berusaha untuk menguncinya dan orang tersebut hanya bertawakal kepada Allah saja ( satu bentuk usaha dari menetapi sebab yang salah ) , tau tau setelah dia kembali ke rumahnya keadaan seluruh rumah ambur adul dan banyak barang yang hilang ( itulah buah dari tawakal yang salah ) maka jangan salahkan siapapun kecuali dirinya sendiri .

Mengenai menetapkan sebab akibat ini ,  Allah Azza Wajalla  berfirman :
" Maka di sebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka . Sekiranya kamu bersikap keras lagi bersikap kasar , tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu . Karena itu maafkanlah mereka . Mohonkanlah ampun bagi mereka . dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam masalah itu ( urusan peperangan dan duniawi lainnya ) Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad , maka bertawakallah kepada Allah . Sesunguhnya Allah menyukai orang orang yang bertawakal kepadaNya " . ( QS : Ali Imran 159 )

Pada QS : Ali Imran 159 tersebut , memberikan satu gambaran tentang bagaimana cara seorang pemimpin itu dalam mengemban tugas kepemimpinan yaitu mengedepankan musyawarah tentang satu masalah yang sedang di hadapi dan juga cara dalam bertawakal .
Dalam ayat tersebut , seorang pemimpin harus bisa mengendalikan egonya , tidak bersikap arogan dan bersikap lemah lembut ( mentang mentang pemimpin di bersikap semaunya ) dalam memecahkan permasalahan yg sedang di hadapinya ( harus bisa menjaga dari para anggotanya untuk tidak bersikap tergesa gesa , menjaga agar buah agar jangan sampai buah yang belum masak itu di petik dan untuk bisa meraih satu pemahaman dan satu visi dan misi dari para anggotanya membutuhkan satu proses yang panjang dan perlu ada keseriusan dari semua anggotanya ) . Dia hanya memberikan satu arahan arahan saja sesuai dengan ilmu yang di milikinya dan keaadan di lapangan .
Akan tetapi itu semua dia kembalikan pada hasil putusan musyawarah . Apabila satu hasil musyawarah itu telah diambil secara bulat , maka kewajiban seluruh peserta musyawarah itu untuk melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab  dan juga mengantungkan tawakalnya kepada Allah ( apapun yang terjadi atas hasil keputusan musyawarah itu di lapangan ) .

Walaupun seorang pemimpin itu tau hasil akhir dari musyawarah itu jika di laksanakan akan berakibat buruk , karena hal itu untuk mendidik satu generasi , maka sesorang pemimpin juga harus melaksanakan hasil putusan musyawarah itu , walaupun pahit dan juga harus bisa mengendalikan emosinya .
Baru setelah semuanya melaksanakan hasil putusan musyawarah itu dan semuanya merasakan hasil pahit yang di dapat , maka seorang pemimpin harus bisa memaafkan mereka semua dan mengendalikan emosinya ( janganlah mengatakan : " sudah saya peringatkan sedari awal untuk tidak melakukan hal itu , itulah akibatnya " ) , akan tetapi harus di katakan dengan ramah dan lemah lembut ( karena hal itu akan membekas di hati ) .

3. Memantapkan hati pada pijakan tauhid .
Tawakal seorang hamba tidak dianggap benar jika tauhidnya rusak , karena hakikat tawakal adalah tauhidnya hati . Seberapa jauh pemahaman akan kemurnian tauhid seseorang , maka sejauh itu pula kebenaran tawakalnya .

4. Menyandarkan hati hanya kepada Allah saja dan meresa tenang karena bergantung kepada Allah saja .
Hatinya tidak risau jika apa yang diinginkannya itu tidak  terkabulkan dan hatinya tidak gelisah pada saat menghadapi apa yang di bencinya , di hadapinya dengan tenang ( hal ini berkaitan antara tawakal dan sabar ) . Dia mempunyai satu pengharapan , semoga Allah akan membalasnya dengan yang lebih baik di akherat kelak .
Hal itu sebagaimana di firmankan Allah dalam QS : Ath Tholaq 3 :
" Dan memberinya rizki dari arah yang tidak di sangka sangka . Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah , niscaya Allah akan mencukupkan ( keperluannya ) . Sesunguhnya Allah melaksanakan urusan yang di kehendakiNya . Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap tiap sesuatu " .

5. Berbaik sangka kepada Allah Ta'ala
Seberapa jauh baik sangkamu kepada Allah , maka sejauh itu pula bentuk ketawakalanmu kepadaNya . Janganlah kita berprasangka buruk kepada Allah , karena kita tak tau apa hikmah di balik itu semua . Boleh jadi sesuatu yang di berikan Allah kepada kita itu adalah sesuatu yang harus di sukuri ( walaupun kelihatannya sedikit ) , atau sebagai bentuk ujian terhadap keimanannya , yang dengannya apakah dia bersabar menerima ketetapan Allah itu apa tidak , atau pemberian itu sebagai bentuk peringatan keras agar supaya tersadar dari kerusakan yang telah di lakukannya sehinga dia mau kembali kepada Allah .

Dalam hadist qudsy dari Abu Hurairah r.a berkata , bahwa Rosulullah Saw bersabda : " Allah Ta'ala berfirman ,' ( putusan yang ) Aku ( tetapkan adalah ) sesuai dengan persangkaan hamba Ku terhadap Ku ..." . ( HR . Bukhari dalam kitabu tauhid )

* Allah memberikan hujan ( ada yang senang atas karunia tersebut , juga ada yang susah ) . Bentuk dari berbaik sangka kepada Allah adalah mensukuri dengan turunnya hujan tersebut ( walaupun sebentar , mungkin jatahnya sedikit untuk daerah ini , dan lebih membutuhkan banyak untuk daerah yang lain ) . Apabila hujan lebat dan terjadi banjir ( mungkin karena keteledoran kita dengan membuang sampah seenaknya , saluran air yang tidak memenuhi syarat , hutan banyak yang gundul , daerah resapan air di jadikan perumahan dan didirikan gedung ) .
Jadi yang salah bukan hujannya , akan tetapi yang salah manusianya sendiri !!

Pada intinya untuk masalah ini adalah jika apa yang kita inginkan itu tidak terkabulkan , maka kembalikan pada diri sendiri ( introspeksi diri ) . Mungkin ada yang kurang pada diri saya , atau belum saatnya saya mendapatkan yang saya inginkan . Dengan kita selalu introspeksi diri akan menjadikan hati kita lapang , tidak selalu resah dan denganya beban kita akan ringan .

6. Ketundukan dan kepasrahan hati kepada Allah Ta'ala  yaitu dengan kita menyerahkan segala urusan kepada Allah saja , tanpa menuntut dan menentukan pilihan , bukan terpaksa atau di paksa .
Kepsrahan kita kepada Allah seperti kepsrahannya seorang anak kecil yang lemah dan tidak berdaya kepada asuhan orang tuanya . Orang tuanya menyayanginya , mencintainya dan menangani segala keperluannya serta melindungi si anak bayi tersebut .
Dia melihat penanganan orang tuanya itu adalah satu penanganan yang paliung baik bagi dirinya ( sewaktu masih bayi ) . Maka dia tidak melihat bagi dirinya selain dari menyerahkan semua urusannya itu kepada orang tuanya ..

Jika seseorang telah faham betul dari keenam poin di atas , maka orang tersebut akan naik derajat selanjutnya yaitu ridho , yang merupakan buah dari tawakal .
Saya akhiri pembahasan ini dengan perkatan Ibnu Taimiyah berkenaan tawakal .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
" yang menjadi ukuran adalah dua perkara ; tawakal sebelumnya dan ridho sesudahnya . Barang siapa yang bertawakal kepada Allah sebelum berbuat dan dia ridho kepada ketetapan Allah setelah berbuat ( apapun yang terjadi ) , berarti ia telah menegakkan ubudiyah kepadaNya " .


Wallahu 'alam Bisshowwab

Minggu, 17 April 2011

AL - YAKIN

" Dan di bumi itu terdapat tanda tanda ( kekuasaan Allah ) bagi orang orang yang yakin " . ( QS : Adz- Dzariyaat 20 )


Seseorang yang ingin menyingkap rahasia di balik syareat Allah itu , maka orang itu haruslah berilmu , yang mana ilmu tersebut haruslah bersumber dari Al Qur'an dan as Sunah . Dan juga seseorang yang ingin mencapai satu derajat taqwa di sisi Allah di samping orang tersebut mengetahui ilmu ilmu syareat yang dengannya ( ilmunya itu ) dia berjalan diatas rel syareat , tetapi dia juga harus berbekal keyakinan , karena yakin itu juga bagian dari taqwa . Sebagaimana orang yang bepergian dia membawa bekal roti , yang mana sepotong roti itu terdiri dari beberapa unsur yang harus di penuhi untuk menjadi sebuah roti ( ada terigu ada air , ada gula , ada pengembang , dll ) begitu pula taqwa . Taqwa juga mempunyai beberapa unsur ( sebagaimana sepotong roti ) salah satunya YAKIN .


Apa itu yakin ?? . Berkata Ibnu Qoyyim tentang yakin . Yakin itu memiliki 3 unsur yang harus di penuhi :
                            1. Menerima apapun yang tampak dari Allah Ta'ala yaitu berupa perintah dan larangan yang terdapat    di dalam syareat agamaNya ( Islam ) yang di sampaikan lewat perantara RosulNya Muhammad Saw . Kita harus menerimanya dengan patuh dan tunduk kepada Rububiyah dan masuk kedalam uluhiyah Nya .
                              2. Menerima apa saja yang tidak tampak dari Allah yaitu kita haruslah percaya 100 %       kepada hal hal yang ghaib , yang di kabarkan Allah lewat lesan para RosulNya . Diantara perkara yang ghoib itu adalah : kita percaya tentang kehidupan akherat , percaya adanya Janah dan Neraka , percaya adanya shirat yang di bentangkan di punggung neraka jahanam , percaya adanya timbangan amal , percaya adanya kiamat besar , percaya adanya alam barzah yang di dalamnya terdapat nikmat dan siksa kubur . Hal tersebut adalah tuntutan dari iman yang mana iman seseorang tidak sah jika tidak percaya pada hal yang ghaib .
                                 3. Tetap berada pada apa yang di tegakkan Allah . Artinya dia tetap dalam keadaan seperti itu apapun keadaanya .

Sebagaimana firman Allah Ta'ala di dalam QS : Al Baqarah 4
" Dan mereka yang beriman kepada kitab ( Al Qur'an ) yang telah di turunkan kepadamu dan kitab kitab yang telah di turunkan sebelummu . Serta mereka yakin akan adanya kehidupan di akherat " . ( QS : Al Baqarah 4 )

Pada ayat tersebut ( Al Baqarah 4 ) di jelaskan atau ada sambungannya dari ayat sebelumnya ( ayat ke tiganya ) tentang orang yang yakin . Artinya orang yang yakin ( seperti di jelaskan dalam QS : Al Baqarah 4 ) haruslah terlebih dulu dia percaya kepada yang ghaib ( sebagai mana yang di sebutkan Ibnul Qayyim di poin yang ke dua diatas ) lalu orang tersebut setelah mempelajari Al Qur'an ( dengan ilmu yang benar ) dia mengamalkan isi Al Qur'an itu di dalam kehidupan sehari harinya yaitu mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizkinya ( mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizkinya itu hanyalah sebagai contoh saja ( perwakilan syareat ) dari berbagai macam perintah syareat Islam yang ada ) .
 Seseorang tidak mungkin dia mau menjalankan syareat Islam di dalam kehidupan sehari harinya itu dengan satu kesadaran , manakala orang tersebut tidak percaya kepada yang ghaib . Oleh karena itu mengapa di dalam QS : Al Baqarah ayat ke tiga , di dahulukan percaya pada yang ghaib terlebih dulu dari pada mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizkinya ??.Sebab percaya kepada yang ghaib adalah syarat pertama yang harus di penuhi seseorang terlebih dulu , baru setelah itu syarat selanjutnya . Jika syarat yang pertama saja tidak terpenuhi , mana mungkin dia bisa menjalankan atau melanjutkan syarat yang kedua . Itulah yakin menurut Al Baqarah ayat 4 .

Seseorang yang yakin akan membuat orang tersebut siap menghadapi 3 hal :
1. Orang tersebut akan siap mengemban beban yang ada di pundaknya , artinya : dia akan siap melaksanakan syareat Islam secara kaffah ( setelah dia mengilmuinya dan yakin terhadap ilmunya itu ) , hal itu sebagai konsekwensi dari pengikraran dua syahadat yang telah di ucapkanya .
2. Dia siap menghadapi bahaya artinya dia tidak takut celaan orang yang mencela , dia tetap tegar diatas rel syareat walaupun dia berjalan sendirian , karena dia yakin bahwa dirinya berada pada Al Haq dan itu sudah sunatullah atau hal yang wajar setiap orang yang meniti pada jalan al haq pastilah ada halangannya , dan dia yakin bahwa hal itu adalah sebagai bentuk ujian dari Allah Ta'ala atas keimanannya .

Dengan bahasa yang lain adalah hukum sebab akibat berlaku atas dirinya . Sebab dia menjalankan syareat , akibatnya di cemooh ( dengan jahiliyahan ) . Sebab dia mengenakan jilbab sesuai syareat ( bagi wanita ) , akibatnya dia dikatakan kayak ninja ( karena mengenakan penutup wajah ) dia di katakan tidak mengikuti mode , dan lain sebagainya . Sebab dia memakai celana diatas mata kaki ( bagi laki laki ) dan memanjangkan jenggot berjidat hitam ( bekas sujud ) , akibatnya dia di katakan fundamentalis , radikal , atau teroris .
3. Dia terdorong untuk terus kedepan . Artinya : Seiring bertambahnya ilmu , maka bertambah pula amalanya . Sedikit demi sedikit dia tapaki sehinga dia menuju kepada derajad taqwa .
Dia tau amal yang di kerjakannya itu tidak hanya ikhlas semata , akan tetapi ittiba' sunah ( mengikuti dalil ) haruslah dia sertakan pula . Dan dia juga faham bahwa Islam itu agama praktek , bukan hanya di ilmui dan sebagai konsumsi otak saja , akan tetapi haruslah di praktekkan baik itu amalan hati , amalan lesan dan amalan anggota badanya juga .
Jika ketiga hal itu telah ada pada diri seseorang , maka orang tersebut adalah mukmin sebenarnya .

Gambaran Yakin

* Jika ada pertanyaan apakah api itu panas dan tembok beton itu keras ? ( sebelum kita mengetahui ilmunya ) , apakah kita berani memegang api itu dan membenturkan kepala kita di dinding beton ?? ( jawabannya bisa ya bisa tidak , hanya karena tidak berilmu ) .
Akan tetapi jawabannya jadi lain jika kita tau bahwa api itu 100 % panas dan tembok beton itu 100 % keras , walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa api itu dingin dan tembok beton itu lunak . Kita tidak langsung percaya begitu saja karena kita tau dan yakin kalau api itu panas dan tembok itu keras . Dan kita pasti akan mengatakan pada orang yang mengatakan bahwa api itu dingin dan tembok itu lunak untuk mencobanya sendiri dan kita liat , jika perlu kita katakan orang tersebut pastilah gila .

* Jika ada orang yang bertanya kepada kita berkenaan hitung menghitung 4 kali lima ( misal ) , akan tetapi kita sedikitpun tidak tau ilmu matematika , apa yang kita jawab , pastilah bengong dan geleng kepala , dan hal itu jadi bahan p r buat kita . Karena kebodohan kita , maka dilain waktu kita tanyakan pertanyaan itu kepada tukang foto , tentulah sang tukang foto menjawab 4 kali 5 ,2.500 mas . Kita masih bingung dengan jawaban si tukang foto itu . Lalu pertanyaan itu kita tanyakan pada orang yang ahli matematika , maka di jawabnya dengan enteng 4 kali 5 , ya tentu saja 20 , anak SD saja tau mas ... . Dengan jawaban si ahli matematika itu kita malah bingung sendiri . Lalu kita menanyakan sekali lagi pertanyaan tersebut pada kontraktror bangunan . Pak 4 kali 5 berapa ?? jawab sang kontraktor dengan serius . Gini mas karena bahan bangunan semuanya naik maka 4 kali 5 itu dengan rincian satunya itu minimal 250.000 , jadi ya totalnya 5 juta mas , asli itu mas saya endak bohong .
Dengan jawaban sang kontraktor itu kita malah tambah bingung sendiri , di karenakan kebodohan kita ( tidak adanya ilmu dan keyakinan atas diri kita ) .
Akan tetapi lain halnya jika kita telah faham dengan ilmu berhitung ( kita pernah mempelajarinya ) dan kita yakin dengan kebenaran ilmu yang telah kita miliki itu , maka kita akan menjawabnya dengan enteng 4 kali 5 ya 20 . Jika ada orang yang mengatakan 4 kali 5 itu 2.500 , dan orang yang lain lagi mengatakan 4 kali 5 itu 5 juta dengan maksut orang tersebut ingin menyesatkan kita , maka kita pastilah akan mentertawakannya ( orang yang ingin ) dan mungkin juga kita akan marah dan meluruskannya .

Dari kedua contoh diatas minimal kita tau gambaran betapa penting kaitan ilmu dengan yakin serta amal . Oleh karena itu seseorang tidak mungkin bisa beramal dengan benar jika tanpa ilmu . Akan tetapi seseorang juga tidak mungkin bisa beramal dengan baik dan benar hanya berilmu saja , akan tetapi dia tidak yakin dengan ilmunya itu , hingga terkumpul ilmu dan yakin pada dirinya , barulah dia bisa melakukan satu amalan dengan baik dan benar .

Contoh Yakin di Lapangan Umat Hari Ini

* Jika kebanyakan orang ( di satu daerah ) melakukan satu amalan , dan ada seseorang yang mengajak kita untuk turut serta melakukan amalan yang kebanyakan orang telah melakukanya serta orang tersebut memberikan satu argumen kepada kita , jika kamu melakukan amal ibadah ini lalu sampai tingkatan ini , maka kamu akan jadi begini . Apa yang kita lakukan , dan apa langkah kita jika kita awam akan hal itu .
Islam memberikan satu pedoman ( berkaitan dengan kasus tersebut ) adalah :
1. Sabda Nabi bahwa " Barang siapa yang malakukan satu amalan yang tidak ada contohnya dari ku , maka amalan tersebut tertolak "
2. Menurut kaidah ushul fiqh : " Awal mula satu peribadatan itu di larang , akan tetapi jadi boleh , wajib , atau sunah jika ada dalil yang membolehkan "
3. Al haq itu jelas dan Al batil itu jelas , diantara keduanya adalah subhat . Jika kita melihat sesuatu yang subhat ( kita ragu ragu apakah ini perintah atau larangan ) maka akan lebih selamat jika kita meninggalkan amalan tersebut sampai kita betul betul jelas dan hiang keraguan kita .
4 . Segala sesuatu akan rusak jika tidak di pegang oleh ahlinya .

Dari keempat pedoman itu , maka langkah kita di dalam menyikapi kasus diatas adalah ; kiita berhenti lebih dulu dari melakukan amalan yang seseorang mengajak kita untuk melakukan satu amalan , karena kita tidak tau ilmunya dan kita ragu . Kita tidak berhenti sampai di situ saja . Lalu kita tanyakan hal itu kepada ahlinya , dalam hal ini para ulama' , seorang ustad atau siapa saja yang berkompeten terhadap masalah itu .
Kita bawa kasus tersebut dan kita tanyakan . Setelah tau jawabannya ( tentunya yang di fatwakannya itu ada dasar hukumnya , bukannya menurut hemat saya begini atau begitu )  . Lalu kita simpan jawaban tersebut . Di lain kesempatan kita tanyakan lagi pada orang lain ( yang juga faham ilmu dien ) tentang masalah tersebut dan juga hasil fatwa orang yang kita datangi pertama kali . Bagaimana kesimpulan orang kedua itu setelah mendengar jawaban orang pertama . Apakah jawaban orang kedua menguatkan jawaban orang pertama ? jika ya , maka hal itu sudah cukup sebagai dalil bagi kita . Akan tetapi jika jawaban orang kedua masih menjadikan kita bingung , maka kita tanyakan kepada orang ketiga , dan seterusnya sampai kita yakin akan kebenaran itu . Permasalahannya jadi jelas .
Jika hal itu telah kita lakukan Insya Allah kita terbebas dari kebid'ahan dan fanatisme golongan .

* Apabila kita melakukan satu amal ibadah ( apapun jenis amalan itu ) kita telah mengetahui ilmunya dan juga kita telah yakin tentang kebenaran ilmu kita itu atau dengan kata lain sudah benar menurut syar'inya , akan tetapi kebanyakan orang mengingkari amalan anda itu , dengan alasan amalan tersebut tidak lazim di lakukan di masyarat kita . Yang jadi pertanyan adalah apakah amaln tersebut jadi kita laksanakan atau akan kita urungkan hanya karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan di daerah kita ?? Yang mulanya kita yakin 100 % malah jadi ragu untuk melakukannya . Dengan alasan kita tidak ingin di kucilkan di masyarakat atau dengan alasan alasan dunia yang lainnya . Maka akibatnya akan kembali pada diri kita sendiri .
Jika kita tetap melaksanakan amalan yang kita yakini benar , maka Allah akan menanamkan di dada kita akan manisnya iman dan manisnya akan beribadah kepada Allah , yang hal itu tidak mungkin kita dapatkan manakala kita mengurungkan niat .
Jika kita mengurungkan amalan yang mulanya kita yakini kebenarannya karena kita tidak mau benturan dengan masyarakat ( jahiliyah ) , maka Allah Azza Wajalla akan menanamkan di dada kita akan sifat futur dan juga ian di hati kita akan semakin meredup , yang pada satu titik kita akan merasa berat untuk beramal sholeh .
Oleh karena itu untuk memperoleh satu keyakinan akan kebenaran Islam juga perlu adanya satu keberanian untuk memulai satu amalan .


Bentuk bentuk Yakin  

Yakin dengan kebenaran Al Qur'an secara mutlak dan menerimanya
Yakin dengan apa yang di sabdakan Rosul adalah satu kebenaran mutlak dan menomor satukannya dari pada yang lain .
Yakin bahwa Allah Azza Wajalla akan membela orang orang beriman
Yakin bahwa Islam pada akhirnya akan menang atas kebatilan
Yakin bahwa di setiap kesukaran itu ada kemudahan dan kesempitan ada kelapangan setelahnya
Yakin bahwa ujian itu bagian dari proses dan kita di perintah untuk menjalankan proses itu dengan sungguh sungguh
Yakin bahwa kemenangan itu di janjikan kepada orang orang yang beriman yang sabar dan bersungguh sungguh serta tidak bersikap tergesa gesa hanya karena ingin melihat hasil
Yakin bahwa seseorang tidak dapat memberikan kerugian dan manfaat bagi dirinya jika Allah tidak menghendakinya atau dirinya tidak mampu mendatangkan manfaat atau kerugian bagi orang lain jika Allah tidak menghendakinya pula

Demikianlah sekelumit tentang yakin dan saya cukupkan sampai di situ saja penjabaran tentang yakin , karena keterbatasan ilmu .
Dan untuk mengakhiri pembahasan tentang yakin kita renungi firman Allah :
" Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat ayat Kami " . ( QS : As Sajdah 24)

Pada ayat tersebut mengindikasikan atau menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam akan tercapai mana kala seorang pemimpin itu yakin dan sabar . Yakin bahwa di terapkannya syareat Islam adalah solusi terbaik  di dalam setiap pemerintahan ( apapun namanya ) dan seorang pemimpin itu bersabar di atas al haq apapun keadaannya ( tetap menjadikan syareat Islam itu sebagai dasar hukum di dalam pemerintahannya ) .
Jika seorang pemimpin itu tidak mempunyai sifat yakin dan sabar , maka satu kepemimpinan yang di ridhoi Allah tidak mungkin di capainya , malah bisa jadi permasalahan demi permasalahan akan terus bermunculan di dalam pemerintahannya itu .



Wallahu 'alam bisshowwab

Minggu, 10 April 2011

YAKINKAH KITA

" Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat dan berusaha kearah itu dengan sungguh sungguh , sedang ia adalah muslim , maka mereka itu adalah orang orang yang usahanya di balasi dengan baik " . ( QS : Al Israa' 19 )


Maha Suci Allah Rabb seluruh alam yang telah menegakkan langit tanpa tiang , menghamparkan bumi ( dengan berbagai macam isinya baik yang ada di dalam perut bumi maupun yang ada permukaannya ) dan gunung gunung sebagai pasaknya yang Allah tundukkan demi kepentingan manusia . Hal itu sebuah kenikmatan tersendiri bagi manusia jika manusia itu sadar . Betapa tidak , cobalah kita bayangkan betapa sengsaranya manusia jika Allah tidak menundukan seluruh apa yang ada di alam ini . Apa jadinya jika matahari bersinar terus tanpa mau berganti dengan malam ?? tiba tiba angin tidak mau bertiup atau kalaupun bertiup dengan sangat kencang 200 km/jam ?? Seandainya tanaman yang ingin di petik oleh manusia sebagai sayur atau buah buahannya itu tiba tiba lari pada saat ingin dipetik ?? seandainya hewan yang ingin di sembelih manusia sebagai lauk pauknya semua berontak ?? maka hal itu semua tidak dapat di bayangkan apa jadinya , jika Allah Azza Wajalla tidak menundukan itu semua .

Di samping itu semua , yaitu di tundukkanya alam ini untuk kepentingan manusia , masih ada nikmat yang lebih besaar lagi untuk manusia yaitu dengan di turunkannya Kitab dan di utusnya para Nabi dan Rosul untuk membimbing manusia kepada satu titik dan satu tujuan . Adapun tujuan utama bagi manusia hanyalah beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukanNya sedikitpun .
Semua kemudahan yang telah Allah berikan kepada manusia itu , sebagai bekalnya dalam beribadah itu , Allah Azza Wajalla sama sekali tidak mempunyai kepentingan sedikitpun akan hal itu . Dalam artian jika seorang manusia di dalam hidupnya di dunia ini dengan segala macam kemudahan yang telah Allah berikan itu dia tidak mau beribadah kepadaNya , merasa sombong , mendustakan para Nabi dan Rosul serta membuang jauh jauh kitab kitab Allah itu ( dalam hal ini Al Qur'an satu kitab yang telah di sempurnakan dari kitab kitab sebelumnya ) di belakang punggungnya , maka hal itu tidak berpengaruh atau mengurangi sedikitpun terhadap kekuasaan Allah . Allah Ta'ala masih tetap penguasa tunggal seluruh alam secara mutlak .
Jika seorang manusia atau seluruh manusia mau taat terhadap ketentuan Allah , mentaati para utusanNya dan menjadikan KitabNya ( Al Qur'an ) itu sebagai way of life , maka hal itu juga tidak akan menambah kekuasaan Allah .
Akan tetapi itu semua akibatnya kembali kepada manusia itu sendiri . Jika taat , akibat baiknya akan kembali pada dirinya sendiri dan jika manusia itu ingkar juga akibat buruknya akan kembali pada dirinya sendiri pula .


Perjalanan Yang Akan Di lalui Manusia



Semenjak manusia di alam ruh , Allah menanyainya dan ruh tersebut berikrar bahwa Allah lah sebagai satu satunya Rabb yang dia ibadahi dan dia sembah , maka pada saat itu pula seorang manusia start pada perjalanan yang sangat panjang sekali . Seorang manusia harus melalui beberapa pos pos . Yang tiap tiap pos pos itu ada kadar waktunya sendiri sendiri .
Di mulai dari alam rahim , harus di laluinya dalam 9 bulan 10 hari ( umumnya manusia , ada yang lebih dan ada pula yang kurang dari itu ) . setelah dia lahir , dia berpindah kealam dunia . Perjalanannya lebih panjang lagi , tidak lagi hanya hitungan bulan , akan tetapi menjadi hitungan tahun ( hal itu tidak ada seorang pun yang mengetahui berapa lama perjalanannya di dunia ini , sampai seorang Nabi dan Rosul sekalipun tidak ada yang mengetahui ) . Setelah perjalanan dunianya selesai ( mati ) lalu seorang manusia melanjutkan perjalanannya itu di alam barzah . Alam penatian , antara dunia dan akherat . Perjalannya itu lebih lama lagi dari perjalannya di dunia sampai Allah menggulung dunia ini ( kiamat ) . Kalau di dunia paling beberapa puluh tahun atau hanya sedikit yang sampai ratusan tahun , itupun jika seseorang telah mencapai usia senja dia tidak bisa lagi menikmati lezatnya dunia .

Setelah alam barzah selesai di laluinya  , manusia itu melanjutkan perjalanannya lagi , yaitu melalui alam akherat . Adapun waktunya jangan di tanya lagi berapa lamanya dia melauinya , pasti akan lebih lama lagi dari kehidupannya di alam barzah . Karena di sana dia harus melewati hari penantian di padang maghsar , hari penghisapan amal ( dari manusia pertama hingga manusia terakhir dari penduduk bumi ) dengan sangat teliti ( walaupun ada juga manusia yang di berikan hisab yang mudah , itupun hanya orang orang tertentu saja ) . Setelah hisab selesai dia harus berjalan melewati Ash shirat yang di bentangkan diatas punggung Neraka Jahannam . Sampai seorang manusia itu masuk Jannah . Barulah aman . Usailah perjalanan panjangnya itu . Perjalanan panjangnya itu di akhiri dengan kenikmatan kenikmatan yang tidak bisa di lukiskan dengan kata , tidak bisa di bayangkan oleh akal dan tidak pernah dilihat oleh mata serta tidak pernah terdetik di dalam hati manusia akan kenikmatan itu .
Atau seseorang mengakhiri perjalanan panjangnya itu di neraka , dengan segala kesedihan dan kesengsaraan akan datang menyapanya .


Sebaik baik Bekal Perjalanan



Yang jadi pertanyaan besar bagi kita hari ini , sudahkah kita mempersiapkan bekal yang cukup untuk melanjutkan perjalanan kita yang sangat panjang itu . Hanya orang yang bodoh saja yang tidak menyiapkan bekal . Orang mau melakukan satu perjalan Haji saja berapa lama dia harus menyiapkan bekalnya itu untuk perjalan hajinya itu ( hanya orang yang telah melakukan perjalan haji saja yang mengetahui dengan pasti berapa lama dia mempersiapkan bekalnya itu ) .
Dunia adalah ladang untuk beramal , dunia adalah tempat untuk mempersiapkan bekal , sedangkan Al Maut adalah akhir dari persiapan bekalnya ( jika maut telah mendatanginya mau tidak mau dia harus melanjutkan perjalanya , siap atau tidak siap , dengan bekal yang cukup atau bekal ala kadarnya atau malah tanpa bekal dia harus melanjutkan perjalan panjangnya itu ) . Sedangkan sebaik baik bekal yang harus di bawa manusia di dalam melanjutkan perjalannya itu adalah TAQWA .

Adapun derajat taqwa itu tidak mungkin di peroleh manusia kecuali dengan satu kesungguhan yang ektra . Taqwa tidak mungkin di peroleh kalau hanya berpangku tangan saja , tanpa amal , tanpa usaha dan tanpa kesungguhan serta tanpa kesabaran .
Seseorang yang telah memperoleh bekal taqwa , maka orang tersebut termasuk orang yang beruntung , orang yang cerdik dan orang yang sukses . Dia peroleh dengan pengorbanan demi pengorbanan . Dia kuras  tenaganya , dia peras pikirannya , dia kuras hartanya , tak jarang dia harus menahan dada yang menyesakkan , tetesan air mata , bahkan terkadang ia harus meneteskan darah untuk meraih bekal taqwa itu . Setelah itu ia bungkus taqwanya itu dengan qulbun salim ( hati yang bersih) , yang akan dia bawa di dalam perjalannya menuju Rabb seluruh manusia .


Gambaran Sederhana


Seseorang yang bercita cita ingin membuat sebuah rumah yang layak , sedangkan dia selama ini masih ngontrak kesana kemari , apa yang ia kerjakan ?? Pastilah orang tersebut akan mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya itu demi terbinanya sebuah hunian yang layak . Ia akan bekerja ekstra , ia peras fikiran dan tenaganya .
Ia akan berfikir bagaimana cara mendapatkan tambahan rezki ( halal ) . Mungkin ia akan menyisihkan sebagian rizkinya itu untuk di tabung , setelah ia kurangi untuk biaya makan sehari hari dan biaya lain lainnya . Ia pasti akan meminimalisir pengeluaran hariannya .
Setelah uangnya itu terkumpul agak banyak ia gunakan untuk membeli besi , lalu batu dan batako . Ia akan cicil sedikit demi sedikit dengan sabar . Setelah uangnya habis untuk beli besi dan batu serta batako , lalu ia kumpulkan lagi uangnya itu ( seperti awal mula dia mengumpulkan ) . Setelah terkumpul agak banyak lagi , ia gunakan untuk beli kayu dan pasir , dan materi materi bangunan lainnya .
Ia akan menjaganya sedemikian rupa agar besi yang telah di belinya itu tidakl karatan , kayu yang telah di belinya itu tidal lapuk di makan rayap , pasir yang telah di belinya itu tidak hilang di bawa air hujan deras , dan lain lain , karena hari untuk membangunnya pun masih lama .

Setelah biaya untuk tukang bangunan ada , ia mencoba untuk memulai pembangunan sebuah rumah . Akan tetapi di tengah tengah jalan , biaya untuk pembangunan sudah habis , terpaksa berhenti , padahal baru 75 % jadi . Ia kumpulkan lagi biaya , sampai rumahnya jadi 100 % .
Hal itu dia lalui ( hidup prehatin orang jawa bilang ) selama beberapa tahun , dan ia lalui dengan sabar . Sampai rumah yang didam idamkannya dulu jadi dengan sempurna , ia baru merasa lega . Seakan akan beban berat yang di pikulnya dulu menjadi ringan . Kepenatan demi kepenatan yang dulu dia rasakan , hari ini ( setelah rumahnya jadi ) ia menikmati kenyamanan dan ketentraman . Dalam hatinya dia berkata , pengorbanan demi pengorbanan yang dia lakukan tidaklah sia sia .
Itulah satu gambaran mudah orang yang ingin membangun sebuah rumah yang layak huni . Begitu susah dan sedemikian lamanya beban yang harus di tanggungnya itu . Hanya orang yang melaksanakan saja yang mampu merasakan beban berat itu .

Arti Dari Ayat


Kembali pada arti ayat QS : Al Israa' 19 di atas , bahwa ayat diatas hanya berlaku pada orang orang yang semasa hidupnya berorientasikan akherat saja ( kehidupan akherat adalah tujuan hidupnya ) , sedangkan orang yang dunia saja sebagai tujuan hidupnya , tidak di sebut di ayat itu dalam artian Allah Azza Wajalla tidak memberikan jaminan sedikitpun bahwa apa yang dia tuju untuk mendapatkan dunia itu akan di balas dengan baik oleh Allah . Sedangkan di akherat kelak ( orang yang menjadikan dunia ini sebagai satu satunya tujuan ) tidak akan mendapatkan bagian sedikitpun .
 Orang yang ketika hidupnya bersungguh sungguh mencari dunia saja dengan tidak memperhatikan akheratnya , maka boleh jadi Allah akan mengabulkan permintaan orang tersebut dan Allah tidak mengurangi sedikitpun dunianya ( sukses dunia dan kaya raya )  , akan tetapi di akherat adzab yang pedih telah menantinya . Itulah orang yang rugi di mata Allah dan RosulNya .
Akan tetapi , adapula orang yang di dunianya juga bersungguh sungguh dalam mencari dunia saja dan mengesampingkan kehidupan akherat , maka boleh jadi dunia yang di kejarnya itu siang malam tidak dapat ia raih ( tetap saja miskin ) , maka orang yang seperti itu yangoleh Allah dan RosulNya di isyaratkan orang yang rugi dunia juga rugi akherat ( sudah miskin , diakherat mendapat adzab lagi ) Naudhubillah tsumma naudhubillah .

Orang orang yang beriman sedangkan di dalam kehidupannya itu dia berorientasikan akherat ( akherat sebagai tujuan utamanya dan dunia sebagai wasilah atau perantara saja ) , maka orang seperti itulah yang di isyaratkan dalam QS : Al Israa' 19 diatas . Allah akan membalas usahanya ketika di dunia itu dengan sesuatu yang lebih baik , yang belum pernah dia bayangkan ketika hidup di dunia .
Kita hidup di dunia ini dengan melakukan banyak amal sholeh , maka hal itu di ibaratkan orang yang ingin membangun sebuah rumah , akan tetapi rumah yang di bangunnya itu berada di Jannah kelak . Sebagaimana gambaran orang yang ingin membangun sebuah rumah diatas tadi .
Kita bersusah payah melakukan atau melaksanakan satu perintah Allah dari sekian banyak perintah , walaupun terasa berat , susah , dan menguras tenaga dan fikiran kita , maka hal itu sebagai bentuk cicilan kita dalam membina sebuah tempat tinggal di Jannah kelak .

Sedikit demi sedikit kita melangkahkan kaki kita dalam menapaki Al Haq , maka sedikit demi sedikit pula kita mengangsur bahan bangunan material sebuah tempat tinggal di Jannah . Orang yang mencicil bahan bangunan diatas , dia akan menjaga materi bahan bangunan itu agar tetap baik dan utuh . Begitu pula dalam beramal , harus selalu di jaga . Boleh jadi amal amal yang telah kita kumpulkan itu akan hilang tak berbekas , hanya karena dosa syirik atau bid'ah atau riya' , sebagaimana pasir yang telah di kumpulkannya itu hilang tak berbekas di sapu air hujan yang sangat deras atau banjir .
Penjagaan amal itu dengan kita mengetahui apa saja yang dilarang oleh Allah dan RosulNya .
Sungguh naif jika kita tidak mengetahui apa saja yang di larang oleh Allah dan RosulNya , akan tetapi kita merasa bahwa amal kita telah banyak , akan dapat kita petik nantinya di akherat kelak , akan tetapi ketika pada saatnya ( yaumul hisap ) catatan catatan amal kita malah tidak ada , bahkan minus , maka hal itu juga satu kerugian yang sangat besar bagi kita .
Oleh karena itu , di samping kita memperbanyak amal sholeh , kita juga harus menjaga amal amal kita dari apa apa yang di larang oleh Allah Dan RosulNya , sehingga apa yang kita usahakan di dunia ini tidak sia sia . Kita dapat menikmati hasil jerih payah kita ketika di dunia yaitu mendapatkan kenikmatan di Jannah kelak .

Pada ayat diatas juga mengabarkan tentang hukum sebab akibat . Apapun  yang kita kerjakan di dunia ini ( apakah amal sholehkah , ataukah amal tolehkah ) maka akibatnya pun akan kembali pada diri kita sendiri pula . Dan Allah sedikitpun tidak mendholimi hambaNya .
Pertanyaannya adalah sudah seberapa besar kesungguhan kita untuk meraih hal itu ..... ( membangun sebuah tempat tinggal di jannah kelak ) . Dan seberapa besar keyakinan kita akan janji Allah ......
Seberapa besar kesungguhan kita dalam menapaki Al haq , yang mungkin pada satu titik kita akan sendirian dalam menapaki Al Haq itu ( dikucilkan dan dianggap orang yang aneh ) .
Hanya diri kita masing masing yang bisa menjawab hal itu .
Mumpung kita masih di berikan kesehatan dan waktu luang , mumpung sakit belum memdatangi kita dan ajal belum menjemput kita , mari kita berlomba lomba kearah sana .
Al Maut adalah sesuatu yang pasti akan menghampiri seseorang , yang jadi permasalahan adalah dalam keadaan bagaimanakah diri kita saat kematian itu mendatangi kita ( bermaksiatkah ?? atau dalam ketaatan ) .



Wallahua'lam Bisowwab


Senin, 04 April 2011

W A N I T A

Tawazun Dalam Multiperan




Sudah merupakan ketetapan dari Allah , bahwa Allah Azza Wajalla menciptakan seorang makhluk yang di turunkan di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan dalam rangka untuk beribadah kepadaNya saja itu mempunyai beberapa sifat dasar yang melekat padanya ( seorang manusia ) yaitu tidak luput dari salah dan dosa . Karena sifat Rakhman dan RakhimNya Allah kepada manusia maka , Allah Ta'ala menurunkan Al Kitab ( mulai sukhuf para Nabi , Zabur , Taurat , Injil hingga Al Qur'an ) dan juga mengutus para utusan Nabi dan Rosul untuk membimbing manusia tersebut agar dapat beribadah dengan baik kepada Allah ( mulai dari Rosul pertama Nuh Alaihissalam hingga penghulu para Nabi dan Rosul yaitu Muhammad Shallahualaihi wassallam) . Karena sifat dasar seorang manusia itu adalah tak luput dari salah dan dosa , maka hal itu juga berlaku pada Nabi dan Rosul ( karena para Nabi dan Rosul itu bukanlah Malaikat ) hanya saja Allah SWT langsung mengingatkan dan menjaganya dari berbuat dosa , hal itu hanya berlaku pada para utusanNya saja tidak pada seluruh manusia .Sehingga dengan di turunkannya Al Kitab dan di utusnya para utusan tersebut di harapkan seorang manusia itu dapat memakmurkan bumi dan di dalam peribadatannya itu dapat di lakukan dengan sebaik baiknya sesuai dengan kehendak Allah , dan juga sebagai hujjah di yaumul hisab nantinya ( manusia tidak bisa menyangkal ) .

Berkenaan judul diatas yaitu " Wanita " maka seorang wanita adalah di ciptakan oleh Allah Azza Wajalla dari tulang rusuk laki laki yang bengkok .Artinya sifat dasar tulang yang bengkok itu harus senantiasa di luruskan . jika di paksa dengan kekuatan yang ekstra maka akan patah tulang tersebut , dan juga jika di biarkan begitu saja tanpa adanya pelurusan , maka akan terus bengkok . Itulah uniknya seorang wanita , tidak boleh terlalu di kasar ( walaupun adakalanya perlu untuk meluruskan ) dan juga perlunya kelembutan dan kasih sayang kepadanya ( agar supaya tidak patah ) . Itulah sifat dasar yang harus di fahami bagi seorang wanita , di samping dia itu seorang manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa dan juga memiliki sifat yang mudah bengkok ( karena awal mula penciptaannya itu ) sehingga Islam bicara banyak tentang wanita .
Bagaimana Islam berbicara mengenai seorang wanita sehingga seorang wanita itu dapat melaksanakan atau bersikap tawazun ( seimbang ) dalam melaksanakan multiperanya .

Disadari atau tidak , seorang muslimah memiliki berbagai macam tugas dan amanah yang melekat pada irinya itu . Ia di harapkan dapat atau mampu merealisasikan multipera yang di sandangnya itu pada batas kemampuan yang di milikinya itu pada batas yang maksimal .
Dalam peranya yang multi dimensi itu seorang muslimah , setidaknya ada empat kewajiban yang harus di jalankannya .

1. Kewajiban Terhadap Diennya ( wajibat Diniyyah )
Yang di maksud dengan wajibat diniyyah adalah ; satu kewajiban yang berkaitan dengan keimanan dan keIslaman seorang muslimah . Termasuk juga di dalamnya berkaitan dengan permasalahan aqidah dan ibadah , baik itu amalan yang di lahirkan ( dhohir atau kelihatan yaitu amalan lesanya maupun amalan anggota badan ) maupun amalan batinnya ( amalan yang tidak tampak atau amalan hatinya ) haruslah berdasarkan satu ilmu yang shahih dan benar ( bukan asal ikut saja atau persangkaanya ) di samping ikhlas semata karena mencari keridhoanNya .
Bagaimana ia mengisi hari harinya dengan tetap menjaga amalan yang fardhu 'ain ( amalan amalan yang wajib sebagai seorang muslimah ) dan juga sunah sunah tathawwu' , serta bagai mana seorang wanita muslimah itu dalam bermu'amalah dengan manusia lain sebagaimana yang telah diajarkan oleh beliau Rosulullah Muhammad Saw .

2. Kewajiban Terhadap Diri Pribadinya ( Wajibat Syakhsiyyah )
Wajibat sakhsiyyah merupakan satu kewajiban yangharus i penuhinya oleh seorang wanita muslimah terhadap dirinya sendiri . Hal itu bertujuan agar kwalitas dirinya itu semakin meningkat dari hari kehari . Baik itu dari aspek jasmaninya ataupun aspek rukhaninya , akal pikiranya dan jiwa , serta sikap dan tingkah lakunya ( akhlaqul karimah ) . Citra seorang muslimah akan terbias dari kepribadiannya yang tercelup oleh nilai nilai Islami .
Akalnya terlindung oleh lapisan ilmu dengan memperbanyak mendatangi kajian kajian ilmu atau sering membaca buku buku Islami , yang hal itu di lakukannya secara kontinu . Karena Ilmu atau kefahaman tidak akan di dapatkan hanya berdiam diri saja ( pasif ) . Ilmu ( tentang Islam ) harus di carinya dengan penuh kesungguhan dan juga harus di amalkan ( sesuai kemampuan dengan maksimal ) , karena Islam adalah agama praktek bukan sekedar teori dan seseorang tidak akan faham kecuali dia tau ilmunya juga telah mempraktekkan dalam kehidupan sehari harinya .

Badannya terjaga dan terpelihara dengan pola makan yang teratur dan terjaga , melakukan olah raga yang teratur pula ( walaupun ringan , jalan kaki misal ) dan juga menjaga agar akal dan batinnya tetap tenang ( hanya dengan Islam solusinya ) . Ia tau semua orang di hadapan hukum kesehatan adalah sama ( baik itu seorang yang beriman maupun orang yang kafir sekalipun ) sehingga untuk menjaga badanya agar tetap sehat dia melakukan ketiga hal tersebut yaitu : pola makan yang teratur baik , olah raga yang teratur dan ketenang seimbangan batin dan akalnya . Ia juga tau ( dengan ilmu ) jika ketiga fondasi sehat itu pincang , maka seseorang akan mengalami gangguan kesehatan atau minimal akan sakit walaupun dia juga tau tidak semua orang begitu ( sakit dan sehat adalah dari Allah semata ) , akan tetapi hal itu di lakukannya sebagai bentuk ikhtiarnya kepada Allah dengan penuh kesunguhan ( dengan melihat sebab akibat ) agar ia ingin tetap sehat . Karena ia berkeyakinan jika badannya sehat , maka ibadahnya akan optimal .

Seorang muslimah akan menjaga hatinya , matanya , lesannya , telinganya , tangan dan kakinya dari segala sesuatu yang akan mengundang kemurkaan Allah Azza Wajalla dan membawa kemadharatan bagi dirinya dan orang lain .
Sehingga , ia senantiasa mengarahkan setiap bagian tubuhnya untuk membawa kebaikan bagi orang lain dan mencari satu pahala bagi amal amalnya dari kesantunan akhlaknya .

3. Kewajiban Terhadap Rumah Tangganya ( wajibat Baitiyyah )
Yang di maksut wajibat baitiyyah adalah kewajiban yang harus ia laksanakan terhadap rumah tangganya . Seorang perempuan dalam kaitannya dengan keluarga , ia memiliki peran yang sangat vital .
Sebagai seorang anak ia di tuntut harus bisa berbakti kepada kedua orang tuanya ( jika masih punya , atau hanya punya salah satunya ) . Bagaimana ia menyikapinya tatkala orang tuanya ( atau salah satunya ) masih dalam keadaan jahiliyah , sedangkan dia sendiri telah mendapat hidayah ( baik itu hidayatul bayan atau hidayatu taufiq ) . Jika hal itu tidak di sikapinya dengan penuh kearifan , maka hal itu akan menjadikan satu problematika yang berkepanjangan bagi dirinya .

Sebagai seorang istri dan ibu , ia harus bisa mengatur suasana rumah yang baik , nyaman dan tentram .Sedangkan ketrentraman dalam rumah tangga itu hanya didapatkan jika seluruh persoalan kehidupannya dia kembalikan kepada Allah dan RosulNya . Memang tidak di sangkal bahwa kehidupan seorang manusia di muka bumi ini adalah tak bisa luput dari berbagai permasalahan hidup , akan tetapi jika seluruh permasalahan hidupnya itu ia kembalikan bagaimana Allah dan RosulNya memutuskan , maka permasalahan yang di hadapinya itu cepat terselesaikan dengan baik . Akan tetapi manakala persoalan hidupnya itu ( baik yang bersifat ringan maupun berat ) tidak ia kembalikan kepada Allah dan RosulNya ( sebagai solusi terbaik ) , malah bersikap sombong ( merasa bisa mengatasi persoalanya sendiri dengan kekuatannya tanpa menyandarkan kepada Allah ) , maka yang terjadi adalah persoalan itu akan berlarut larut dan persoalan demi persoalan akan bertumpuk tumpuk ( karena kesombongannya itu ) .

Harus pandai menyiapkan makanan sehari hari dengan beragam variasi dan gizi yang seimbang , hal itu dilakukannya agar anggota keluarganya tidak terbiasa jajan diluar rumah ( walaupun kadangkala perlu dan tidak terus terusan ) yang hal itu tentunya di sesuaikan dengan keadaan ekonomi keluarga pada saat itu .
Sebagai pendamping suami , ia berusaha memberikan satu pelayanan terbaik dan mentaati sang suami selama bukan bermaksiat kepada RabbNya . Karena dia tau : " Tidak ada ketaatan kepada akhluk ( suami ) dalam rangka bermaksiat kepada Sang Khaliq " .
Sedangkan dalam kaitanya dengan anak anaknya , ia juga memainkan satu peran utama dalam melahirkan dan mendidik generasi yang shalih dan shalihah , yang semoga bermanfaat kepada dirinya dan Islam . Dia tau bahwa setelah dia meninggal , maka putuslah segala galanya kecuali tiga hal yang akan mengalir terus ketika dia telah mati : shadaqah jariyah , ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih dan shalihah . Dan jika anak anaknya nanti tidak shalih dan shalihah , maka dapat menyeret dirinya kedalam Neraka . Sehingga dia berusaha sekuat tenaga mengarahkan anak anaknya itu menjadi seorang anak yang shalih dan shalihah . Dan dia juga tau mempersiapkan hal itu tidaklah mudah , sebagaimana membalikkan telapak tangan ( butuh proses dan perjalan yang panjang dan melelahkan ) .

4. Kewajiban Terhadap Masyarakatnya ( Wajibat Ijtima'iyyah )
Wajibat ijtima'iyyah adalah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang muslimah terhadap masyarat sekitarnya . Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa manusia itu adalah makhluk sosial ( yang di dalamnya termasuk seorang perempuan ) yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan bermasyarakat pada umumnya dan urusan umat Islam khususnya . Maka kurang tepat jika ada seorang perempuan yang hanya mengurung diri di dalam reumahnya , dia tidak peduli dengan kondisi umat , lalu tidak mau bermasyarakat dan ikut berperan di dalamnya untuk berbuat kebajikan . alaupun demikian , bukan berarti seorang permpuan itu harus berperan secara bebas , akan tetapi ada aturan aturan syar'i yang harus tetap di iltizami ( ia tetapi ) dalam partisipasinya di tengah tengah umat yang majemuk .

Tawazun dan Sesuai Skala Prioritas

Pada taraf ideal , seorang muslimah mampu memadukan dan menaplikasikan berbahgai kewajiban kewajiban diatas sekaligus secara baik , adil , proporsional dan bijaksana ( sesuai tuntunan syareat ) , sehingga dapat bersikap tawazun ( seimbang ) di dalam melaksanakan multi peranya itu .Walaupun realita di lapangan , terkadang di dalam pelaksanaan kewajibanya itu secara menyeluruh memiliki banyak kendala internal ( pada dirinya sendiri ) seperti rasa malas yang hinggap pada dirinya , rasa enggan dan kurang bersemangat ( minder ) dan motivasi dalam mengaplikasikannya .Yang hal itu tentu saja berakibat kurang baik bagi diri seorang muslimah yang bersangkutan . Dalam hal ini , ia harus bisa bijaksana dalam membuat skala prioritas ( mana yang harus di dahulukan ) diantara berbagai kewajiban yang harus di laksanakannya diatas tadi .
Namun bukanlah hal yang mustahil jika Allah azza wajalla memberikan pada dirinya satu kemampuan dan kemudahan kepadanya untuk dapat melakukannya dengan baik secara keseluruhan ( manusia hanyalah diperintahkan oleh Allah Ta'ala untuk berusaha dengan mengerahkan seluruh potensinya dengan melihat sebab akibat , adapun hasil itu urusan Allah Ta'ala saja ) .

Setiap orang yang menginginkan keseimbangan dalam hidupnya , ia harus bisa melihat secara utuh setiap persoalan yang sedang di hadapinya itu dan menyelamatkan akalnya dari cara pandang yang parsial .
Misalnya , pilihan untuk " berkarir " di rumah tangga ia sebagai Istri dan ibu , hal itu tidak berarti ia melepaskan kewajibannya sebagai anggota masyarakat ( dengan alasan capaek sudah seharian bekerja , tidak ada waktu , dan alasan lain ) .
Demikian pula sebaliknya , bahwa ia aktif dalam berdakwah dan amal jama'i lainnya , mestinya ia tidak mengurangi perhatian dirinya terhadap tanggung jawab sebagai seorang istri bagi suaminya dan seorang ibu bagi anaknya .
Karena : Allah dan RosulNya punya hak yang harus di penuhi atas diri kita ( dan itu harus mendapat prioritas ) , seorang suami juga punya hak atas diri kita , anak anak kita juga punya hak atas diri kita , masyarakat kita juga punya hak atas diri kita , dan diri kita sendiripun punya hak atasnya juga harus kita perhatikan .
Dengan demikian , ia akan dapat mengetahui urutan ibadah dan prioritas ( karena cakupan dari ibadah adalah sangatlah luas sekali tidak hanya rukun Islam saja ) serta mengklasifikasikan berbagai permasalahan dan tuntutan yang ada . Sehinga dengan membuat skala prioritas akan menghindarkan diri kita dari ketidak teraturan dalam kegiatan kita . Tanpa skala prioritas , seseorang tidak akan bisa mendahulkan mana yang lebih penting dari yang kurang penting , dan memilih yang terpenting dari yang penting .

Oleh karena itu , seorang muslimah pun di harapkan bisa berlaku proporsional sesuai skala prioritas . Memiliki pola penyeimbang , pengaturan dan pemerataan porsi masing masing kewajiban itu . Sehinga ia dapat melakukan multi perannya itu secara tawazun ( seimbang ) dan muqtadhal hal ( melakukan hal yang paling utama .

Sebagai Contoh Kasus

 Di dalam dia bekerja ( karena tuntutan ekonomi keluarga ) pada saat dia asyik dalam kerjaannya itu , ia mendengar seruan adzan , maka skala prioritasnya adalah memenuhi seruan adzan tersebut ( bergegas untuk sholat ) karena di sana ada hak Allah yang harus di tunaikan . Setelah sholat selesai ia lanjutkan kerjaannya itu . Akan tetapi belumlah lama , karena sudah siang perutna meronta ronta , maka skala prioritasnya adalah makan dan istirahat ( karena di sana diri kita juga punya hak ) . Setelah di rasa penatnya dan rasa laparnya teratasi , ia lanjutkan kembali kerjaanya itu barang sebentar . Menjelang sore ia kedatangan tamu , maka skala prioritasnya adalah memuliakan tamu . Setelah sang tamu pulang ia lanjutkan untuk mengajar anak anak membaca Al Qur'an ( sore hari ) . Setelah maghrib ia gunakan untuk bercengkrama dengan keluarga ( anak anaknya dan sang suami ) . Di dalam satu pekan ia luangkan waktu untuk libur satu hari tidak bekerja . Hal itu ia gunakan untuk silaturrahmi kepada keluarga yang dekat maupun keluarga yang jauh , atau mengunjungi saudaranya mungkin  sakit atau sedang ada kesulitan lain ( sehingga dia bantu , bisa bentuk fikiran tenaga atau materi atau ketiganya sekaligus ya fikiran ya tenaga ya materi ) .Atau ia gunakan untuk mendatangi kajian kajian Islam .
Hal itu di lakukannya berulang ulang , pekan demi pekan , bulan demi bulan tahun demi tahun .

Sikap tawazun tersebut akan sulit terwujud manakala ia tidak memiliki jadwal secara teratur dan tidak mampu mengukur kemampuan dirinya . Dan diantara penyebab ketidak seimbangan pelaksanaan kewajiban yang ada , adalah jika kita sudah terjebak pada aktivitas yang sia sia dan tidak bermanfaat , bicara kesana kemari ( ngegosip orang ) . Jika kita sudah menghabiskan waktu kita pada hal hal yang tidak jelas tujuannya , maka kita tidak akan mampu esensi dari tawazun itu . Dan dari sinilah setan mampu mencuri waktu berharga kita . Secara tidak sadar , kita kehilangan waktu berharga kita dengan membiarkan setan bermain dalam kegiatan kita .
Dunia adalah ladang untuk beramal sholeh selagi kita di karuniai kesehatan dan waktu luang oleh karena itu kita manfaatkan sebaik baiknya waktu , itu .

Selain itu , janganlah sekali kali kita menyandarkan  pada diri kita , bahwa keberhasilan yang telah kita dapat itu karena kemampuan diri kira semata . Tidak !! sekali kali tidak !! karena seluruh kemampuan dan kemudahan yang kita miliki adalah atas karunia Allah semata . La quwwata illa billah . Tidak ada kemudahan kecuali yang telah Allah mudahkan ,dan tidak ada kesulitan jika Allah telah menjadikannya mudah .
Wahai Dzat Yang Maha Hidup , Wahai Dzat yang terus menerus mengatur hambaNya , dengan RahmatMu aku memohon perlindungan , dan perbaikilah seluruh urusanku , serta janganlah Engkau ( menjadikan ) aku bersandar pada diriku , sekejap matapun .*


Wallahu 'alam bishowwab