>

Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 September 2013

Jumat, 16 Agustus 2013

Kamis, 30 Agustus 2012

KELEMBUTAN ITSAR




MENGGALI SIFAT AHLUL BADAR
                                                      

D itengah hiruk pikuknya dunia yang di dominasi oleh isme – isme ( paham / ideologi ) materialistik, individualistik, hedonisme, sekuleristik, liberalisme, dan beragam sekutunya, rasanya kita sulit menjumpai praktek itsar ( mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya sendiri ) di tengah tengah masyarakat.
Satu masyarakat tidak akan jadi baik jika di dalam masyarakat tersebut tidak ada sifat itsar, bahkan di kalangan kaum muslimin, terlebih lagi pada para pegiat amal islaminya masih sulit untuk bersikap itsar meskipun terkadang tuntutan itsar sudah ada di depan mata. Wal’iyadzu billah.

Ibarat satu penyakit, kelangkaan akan sifat itsar telah menjadi satu wabah yang mendekati kronis. Tanpa pandang bulu, penyakit ini menyebar di seluruh lapisan masyarakat. Tak terkecuali mereka yang seharusnya mewarisi satu “ gen kemulyaan “ orang – orang mulia yang hidup di satu qurun yang mulia. Padahal seharusnya kaum muslimin mewarisi gen ini dari para pendahulunya, walau bagaimanapun keadaannya, dominan maupun resesif. Akan tetapi karena pekatnya kabut jahiliyah modern sehingga menyebabkan semakin kaburnya akan kebatilan dan kebenaran, dan kemulyaan dan kehinaan. Nilai nilai syar’I di hujat, sebaliknya produk produk nafsu dan akal di bela manusia habis habisan. Sehingga berakibat hati menjadi terpuruk lemah dalam kesendirian dan keterasigan di tengah tengah keramaian jahiliyah modern. Inilah fakta di lapangan yang banyak terjadi hari ini. Akankah hati kita, kita biarkan mati secara perlahan – lahan karena sikap keegoisan kita dan ketidak pedulian kita? Padahal Rosulullah Muhammad Saw telah mengingatkan:
Barangsiapa yang tidak peduli / perhatian dengan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka. “ ( HR. Ath Thabarani )

Dalam hidup berkelompok ( fitroh manusia ), sejatinya para pegiat amal islami yang bersungguh – sungguh tengah menghimpun satu kekuatan ummat dalam rangka mempersiapkan kekuatan yang di syareatkan Allah lewat Rosul-Nya demi mengembalikan Izzul Islam wal muslimin.
Yang harus di sadari oleh para pegiat amal islami, memang di tuntut untuk memulai pewarisan nilai – nilai yang menopang kekuatan dan kebangkitan ummat ini lebih dari yang lainnya, baik itu para lelakinya maupun wanitanya. Sehingga dirinya ( para pegiat amal Islami laki – laki maupun perempuannya ) menjadi pionir pionir yang berada di garis terdepan dalam hal ilmu dan amal, dalam hal aqidah dan akhlaqnya, kekuatan hujjah dan amal ibadahnya, amar ma’ruf dan nahyi munkarnya, serta keteladanan di berbagai sisi kehidupan yang selayaknya terlahir dari satu proses pentarbiahan yang panjang ( menumbuhkan kesadaran untuk merealisasikan ilmu dan amal dalam kehidupan sehari hari ).
Ya ! Salah satu karakter mulia Ummat yang dari hari kehari semakin tertutupi debu debu jahiliyah modern adalah sifat ITSAR.
Sifat itsar inilah yang menjadi puncak kekuatan ukhuwah Islamiyah, yang sulit di daki oleh jiwa jiwa yang lemah lagi kering. Begitu pula dengan para pegiat amal Islaminya yang terkumpul dalam satu wadah organisasi akan menjadi kaku dan k eras jika tanpa karekter itsar dalam diri setiap pribadi – pribadi para pegiat amal islami itu sendiri. Jadinya adalah satu oraganisasi yang bergerak seperti mesin tanpa rasa dan makna.
Tidak ada simpul – simpul yang menyatukan satu pegiat amal Islami ( yang satu aqidah, satu visi dan misi ) dengan pegiat amal islami yang lainnya, tidak menghidupkan, menginspirasi pegiat amal islami yang satu dengan yang lainnya, apalagi menjadi sember kekuatan ummat secara umum. Bagaimana kekuatan itu akan terlahir dari rahim jama’ah atau komunitas ( walaupun satu aqidah, satu visi dan misi ) yang anggotanya tercerai berai dan saling tidak peduli satu dengan yang lainnya ?. Jujurlah, barangkali para pegiat amal islami mengalami situasi seperti ini, seolah – olah ada jarak yang mungkin tak terkatakan satu dengan yang lainnya.
Dengan kelembutan sifat itsar, akan menjadi satu perekat yang akan mendekatkan jarak yang membentang antara hati – hati kaum muslimin, mengokohkan shof ( barisan ) jama’ah atau komunitas yang unik dan menjadi solusi bagi segenap permasalahan hidup yang sensitif bagi para pegiat amal islami. Sebagaimana kekuatan para Ahlul Badar di Madinah al – Munawaroh yang salah satunya di topang oleh kelembutan sifat itsar yang hebat dan menakjubkan.

Karakter Pewaris Nabi

Dalam QS. At – Taubah (9) / 128, Allah Azza wajalla menggambarkan karakter dari Rosulullah Saw yang mudah untuk berempati pada pederitaan orang lain, senantiasa menginginkan kebaikan bagi orang lain dan santun, pengasih dan penyayang kepada sesama mukmin. Dan demikianlah seharusnya karakter seorang mukmin seluruhnya. Allah Tabaroka wata’ala berfirman yang artinya :

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. “ ( QS: 9/128 )

Sedangkan di sisi yang lain, Pribadi Rosulullah Saw yang peka dan lembut ini ( itsar ) juga memiliki sifat yang keras lagi tegas dalam hal kebenaran yang Allah syareatkan pada diri beliau Saw. Dua karakter ini yang beliau ( Rosulullah Saw ) wariskan kepada Ummatnya yang siap melanjutkan tongkat estafet yaitu beban iqomatuddien di muka bumi. Allah Azza Wajalla berfirman dalam QS: Al – Fath 29, yang artinya :

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. “ ( QS: 48/29 )

Sebuah karakter yang unik, menyatu dan menjadi satu identritas bagi para pribadi seorang mukmin pegiat amal islami. Dua karakter unik ini ( itasar dan tegas dalam hal kebenaran ) haruslah di hayati betul betul maknanya atas setiap pribadi mukmin pegiat amal islami, bahwa hal tersebut satu perintah Allah yang tidak dapat di tawar – tawar jika dirinya telah beriltizam untuk beriqomatuddien. Karenanya jika tidak, maka amal yang akan di kerjakannya menjadi kebiasaan yang semu dan tanpa ruh yang memberikan makna. Mudah tercabut manakala akarnya tiodak kokoh menghunjam kedalam tanah ( lubuk hati yang paling dalam ). Sekali peduli, namun di lain waktu seolah olah tidak tau menau. Sekali hebat , namun berkali – kali lemah semangat dan melambat ( terjangkiti penyakit futur ).

Dalam dunia pendidikan modern, gaung pendidikan berbasis karakter mungkin sering kita dengar. Meskipun jauh sebelum isu tersebut di gulirkan, Rosulullah Saw telah berhasil membina satu generasi yang berkarakter ( berakhlaq ) yang tiada bandingnya hingga saat ini. Kemulyaan mereka ( generasi sahabat r.a ) tidak bertahta diatas kepandaian akal mereka, kekayaan maupun kekuasaan, akan tetapi memancar dari keindahan akhlaq yang bersumber dari kekuatan iman dan kuatnya aqidah yang tertancap di dalam hati – hati mereka. Kesadaran untuk menerima perintah Allah dan Rosul-Nya baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Sampai Allah mengabadikan gambaran keindahan akhlaq mereka yang bersumber dari kekuatan iman dalam Al Qur’an Surat Ibrahim 24 – 25, yang artinya :

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. “ ( QS: 14/ 24 – 25 )

Kekuatan iman dan aqidah inilah sumber mata airnya, sumber mata air yang tak henti hentinya mengalirkan setiap amal sholeh serta keindahan dan kemulyaan akhlaq seorang mukmin. Sehingga wajar kiranya jika Rosulullah Saw menekankan tentang pembinaan aqidah diawal bi’tsahnya, walaupun dalam haditsnya beliau di utus hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Sayyid Quthb dalam tafsir Fie Dzilalil Qur’annya menjelaskan hal ini:
sesungguhnya ikatan fitrah manusia adalah ikatan aqidah. Kalau ikatan pertama ini tidak ada, maka ia tidak ada lagi menghiraukan akhlaq, pendidikan atau kemslahatan masyarakat. Selama kunci fitrah ini tidak terbuka, maka terowongan – terowongannya akan senantiasa tertutup dan jalannya melingkar – lingkar. Oleh karena itu manhaj ( konsep ) Islam tidak mengobati kehinaan – kehinaan dan penyelewengan jahiliyah langsung di mulai dari perbuatan tersebut, akan tetapi dimulai dari menguatkan penyadaran aqidah, yaitu mengenalkan manusia kepada Rabbnya yang sebenarnya, menyadarkan mereka sebagai hamba-Nya dan untuk menjadikan mereka tunduk dan patuh atas hokum dan kekuasaan Allah semata. Setelah mereka beriltislam / mengikrarkan dua kalimat syahadat ( menyerahkan diri untuk tunduk dan patuh ) dan tidak ada lagi sifat pembangkangan dalam diri mereka, barulah Rosulullah Saw menyampasikan perintah dan larangan Allah. “ ( Tafsir Fie Dzilalil Qur’an jilid III hal 323 )

Oleh karena itu, seharusnya setiap perkumpulan, organisasi atau jama’ah apapun namanya dan di manapun tempatnya ( yang di dalamnya terkumpul para pegiat amal islami yang ikhlas ) memprioritaskan tentang masalah ini sehingga dengan sendirinya dapat mengobati dan menterapi sifat – sifat buruk yang menjangkiti para anggotanya, serta menumbuh kembangkan akan sifat – sifat kemulyaan dalam setiap pribadi – pribadinya. Walhasil, terbentuk pribadi – pribadi yang berhiaskan akhlaq yang mulia dan saling topang menopang satu dengan yang lainnya, bersama sama mendaki puncak ukhuwah islamiyah yang tertinggi setapak demi setapak secara terus menerus, saling melengkapi dan mengisi kekurangan masing masing ( karena fitroh manusia adalah tak luput dari kesalahan dan lemah ), saling tolong menolong dalam memikul beban Iqomatuddien dan menyandarkan urusan seluruh hanya kepada Alah semata ( membulatkan tawakal setelah berikhtiar dengan serius ).
Jadi, perintah iqomatuddien adalah satu perintah Allah yang berat dan harus di pikulkan di atas setiap pundak orang orang mukmin. Beban berat tersebut akan jadi ringan manakala di pikul secara bersama sama atas setiap mukmin pegiat amal islami yang ikhlas. Kesadaran untuk memikul beban secara bersama – sama itu akan tumbuh manakala sifat itsar tumbuh subur di setiap pribadi – pribadi para pegiat amal islami. Sedangkan sifat itsar itu tidak akan tumbuh subur manakala kekuatan iman dan aqidah tidak tertancap kuat di dalam hati para pegiat amal islaminya.
Marilah kita perbaharui selalu keimanan kita kepada Allah dan Rosul-Nya, kita perbaharui keikhlasan kita di setiap akan beramal dan kita rajut kepekaan benang – benang itsar setapak demi setapak ( pelan tapi pasti ) hingga ajal menghampiri kita. Ketahuilah Allah tidak menuntut hasil, akan tetapi yang Allah tuntut adalah bagaimana kesungguhan kita untuk menetapi al Haq sesuai syar’inya, adapun hasil itu urusan Allah dan segala sesuatu itu ada prosesnya ( tidak seperti membalik telapak tangan ).

Wal’iyadzu billah.


Sabtu, 25 Agustus 2012

AGAMA DEMOKRASI

AGAMA KEBANYAKAN ORANG MODERN HARI INI........