>

Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Januari 2012

INFAK dan SHODAQAH



Suatu ketika ketika kita hendak berbelanja di super market, mungkin uang 50.000 atau 100.000 akan terlihat terlalu sedikit. Begitu pula pada saat kita ingin membelanjakan uang kita itu untuk membeli pakaian atau sepatu ( misal ) seolah olah uang kita tersebut nominalnya terlalu sedikit dan kecil. Apalagi kalau kita melihat di kanan kiri kita, banyak barang barang yang menarik hati kita yang di tawarkan di area tersebut, akan tetapi apa daya jika uang kita tak sampai menjangkaunya.
Tak sedikit kita jumpai kasus kasus, ketika kita di rumah hendak membeli suatu barang di super market, akan tetapi setelah di tempatnya banyak sekali barang barang yang sebenarnya tidak di rencanakan untuk di beli malah di beli, sehingga yang terjadi anggaran belanja yang seharusnya cukup untuk satu bulan, akan habis dalam 2-3 pekan saja. Kebanyakan dari kasus itu muncul penyakit korupsi, yang berawal dari tuntutan ekonomi yang tidak terkontrol.
Akan tetapi di saat yang lain, sering kali kita berhitung hitung sudah berapa banyak infak dan shodaqoh yang telah kita lakukan. Sebaliknya, kita dengan mudah dan tidak terlalu perhitungan jika kita membelanjakan uang kita untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan serta kesenangan diri kita.

Pada kasus yang lain, ketika anak kita atau kita sendiri hendak pergi ke masjid, hendak melakukan sholat atau ingin mendatangi satu kajian ilmu dan kita ingin berinfak di masjid tersebut, akan tetapi di saat yang samaan kita baru dapat gajian sedangkan uangnya lembaran besar ( puluhan atau ratusan ) dan kita nyeletuk ndak ada uang recehan ( maksimal 5.000,- atau 2.000,- ). Ya! uang recehan yang seringnya kita masukkan untuk infak dan shodaqoh, sedangkan untuk selain itu ratusan ribu sering ndak jadi masalah.
Memang benar dan tidak salah jika berargument, Allah Tabaroka Wata'ala tidak melihat infak dan shodaqoh kita dari jumlahnya besar atau kecil, yang terpenting keikhlasannya. Jumlah yang besar dan banyak bisa jadi tidak bernilai ibadah manakala tujuannya karena ingin di lihat orang lain. Sementara meskipun jumlahnya sedikit, akan tetapi jika di niatkan ikhlas karena Allah saja, maka nilainya di Sisi Allah akan menjadi besar.
Akan tetapi kebanyakan dari kita sering salah dalam menerapkan makna ikhlas dalam berinfak dan bershodaqoh. Biar sedikit yang penting ikhlas, pada akhirnya kita terbiasa beramal hanya dalam jumlah yang sedikit. Hal itu akan terus berlanjut meskipun gaji dan pendapatan kita bertambah, justru alokasi kebutuhan,keinginan dan untuk kesenangan kita jadi ikut bertambah pula, sedangkan untuk alokasi jumlah untuk infak dan shodaqoh tidak ikut bertambah, tetap seperti sediakala.

Mungkin seharusnya pada kondisi keuangan keluarga kurang mendukung, mungkin karena penghasilan kita atau penghasilan sang suami yang pas pasan , setidaknya kita tetap harus menghidup hidupkan hasrat untuk bersedekah. Bukankah Alah Maha Tahu lintasan lintasan niat dalam hati setiap hamba hambaNya? Bukankah segala sesuatu yang kelihatannya sulit akan jadi mudah atas kehendakNya. Demikian pula hasrat unuk berinfak, meskipun kondisi kita tidak memungkinkan.
" Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Alah ) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik ( Jannah ) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." ( QS: Al Lail 5-7 )
Pada ayat tersebut diatas, itu janji Allah, dan pasti akan terjadi. Akan tetapi janji Allah tersebut ada syarat syaratnya. Adapun syaratnya hanyalah mereka yang bertaqwa. Sedangkan arti taqwa pada ayat tersebut adalah benarnya tauhid dan lurusnya tauhid, lurusnya dan benarnya niat dalam berinfak, harta yang akan diinfakanya itu jelas dari harta yang halal yang terbebas dari hal hal yang subuhat, penyaluranyapun juga jelas ( bukan kepada hal hal yang dapat mengundang murka Allah ) Dan dirinya yakin bahwa apa yang dilakukannya itu ada balasanya di Sisi Allah ( Allah tidak menyia nyiakan amalnya itu ).

Pada surat Al Lail ayat 5-7 bukanlah sesuatu yang mudah untuk di lakukan. Tidak serta merta setelah kita menginfakkan harta kita sekian, lantas Allah akan memberikan satu jalan mudah baginya. Akan tetapi itu semua perlu proses. Karena syarat utamanya adalah taqwa. Sedangkan taqwa itu sendiri adalah satu kedudukan yang mana setelah seseorang melakukan suatu usaha yang sungguh sungguh dengan memenuhi kaidah kaidah syar'i. Jika kaidah kaidah syar'inya saja telah ia langgar, maka sulit baginya untuk meraih derajad taqwa.
Ia harus meluruskan tauhidnya terlebih dulu, karena jika tauhidnya saja rusak dan bengkok, maka secara otomatis seluruh amal yang ia kerjakan akan sia sia. Setelah tauhidnya lurus, ia juga harus bisa menundukkan nafsunya dari sifat kikir dan menundukan akalnya ( bahwa pahala dari amalnya itu tidak mesti akan ia terima di dunia ini secara langsung dan ia rasakan ), dan lain sebagainya yang itu semua harus ia mulai dari sedikit demi sedikit, hingga derajad taqwa ia raih.
Jalan yang mudah yang bagaimana yang Allah janjikan : yaitu setiap permasalahan yang ia hadapi akan mudah ia pecahkan dengan segera dan tidak berlarut larut ( dalam segala hal ). Itu janji Allah ketika hidup di dunia. Sedangkan janji Allah setelah ia meninggal akan jauh lebih besar lagi ( yang tidak dapat ia bayangkan sebelumnya ).



Aplikasi Infak



Semangat dan hasrat untuk bershodaqoh ini, sangat nampak pada generasi shahabiyah r.a . Suatu ketika setelah selesai sholat Idul Adha di sebuah tanah lapang, Rosululah Saw berseru : " Wahai manusia, bersedekahlah kalian!" Kemudia beliau menuju ke tempat para wanita dan bersabda," Wahai para wanita, bersedekahlah kalian semua, karena aku telah melihat banyak dari penghuni neraka adalah dari golongan kalian". Mereka berkata," Ya Rosulullah mengapa hal itu bisa terjadi?" Rosulullah Saw menjawab," Karena kalian sering melaknat dan dan mengingkari pemberian suami. Aku tidak pernah melihat golongan yang lemah akal dan agamanya, namun dapat menghilangkan kejernihan akal seorang laki laki yang teguh selain dari kalian, wahai wanita". setelafh mendengar anjuran itu, para wanitaitu segera melepas anting anting dan cincin mereka. Para shahabiyah itu bersegera menunaikan anjuran Rosulullah Saw untuk bersedekah". ( HR. Tirmidzi )

Memang luar biasa para shahabiyah, hal tersebut tidak jauh beda engan para shahabar Nabi Saw yang laki laki.
Mengapa hal itu bisa terjadi. Ketika Rosulullah Saw memberikan satu perintah, maka pada saat itu juga mereka berusaha melaksanakanya tanpa berfikir panjang?.  Mereka faham akan firman Allah dalam QS: Az Zumar 52 :
" Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rizki dan menyempitkanNya bagi siapa yang di kehendakiNya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman ". (  QS: Az Zumar 52 )
Dari QS: Az Zumar 52 dan Hadist riwayat Tirmidzi diatas, memberikan satu gambaran pada kita tentang potret nyata dari suatu masyarakat Islam yang telah tergemblengdengan aqidah yang tertancap kuat di dada.
Jika bukan berangkat dari satu aqidah yang tertancap kuat dan mantap, mereka para shahabiyah ra tidak mungkin mau menyerahkan cincin gelang dan anting anting milik  mereka ( tentunya secara fitroh sangat mereka cintai dan mereka jadikan kebanggaan ) dengan ringannya. Karena satu tuntutan dari syahadat Rosul yang mengharuskan mereka melakukan seperti itu.
Mereka yakin akan kebenaran dari sabda Rosul, sehingga mereka tidak perlu berfikir 2 kali atau berhitung hitung untung dan ruginya.  Itulah buah dari perjalanan panjang dakwah Rosulullah Saw, selama 13 tahun di dalam menanamkan dan  memupuk aqidah Islamiyah. Sehingga berangkat dari aqidah yang telah tertanam kuat itulah mereka ( para sahabat  Rosul, baik yang laki lakinya maupun wanitanya ) sadar dan bersabar memikul besarnya beban syareat. Karena Islam adalah agama yang menuntut amal nyata dan pengorbanan ( bukan hanya sebagai konsumsi otak dan rekreasi hati saja ) dari para pemeluknya. Karena demi meraih kecintaan Allah dan Rosul Nya Mus'ab bin Umair ra rela meninggalkan gelimangnya harta benda. Karena tuntutan aqidah Bilal bin Rabbah dan Amar bin Yasir ra rela di siksa. Demi meraih kecintaan dan keridhoan Allah Aisyah ra rela menyedekahkan seluruh uang yang telah ia dapat tanpa ia sisakan sedikitpun. Karena tuntutan aqidah Sumayyah ra menjadi wanita mukminah yang syahid pertama kali dalam Islam.

Ya! Perlunya menumbuh suburkan rasa percaya dan yakin akan apa apa yang di khabarkan Allah lewat lesan Rosulullah Saw yaitu Al Qur'an. Percaya dan yakin atas apa apa yang di khabarkan Rosulullah selain Al Qur'an ( As Sunah ).
Rasa percaya dan yakin akan janji Allah dan Rosul Nya tidak akan tumbuh, jika tidak di wujudkan dalam amal nyata. Sedangkan amal nyata akan berjalan dengan baik, manakala di landasi dengan ilmu yang benar dan tertatanya hati ( berani menanggungl resiko dari amal ). Karena kekuatan ibadah seorang hamba Allah terletak di hatinya ( tidak hanya fisiknya saja yang kuat). Jika hatinya sehat, maka seberat apapun amalan dalam Islam akan mampu di kerjakannya. Akan tetapi jika hatinya saja sakit bahkan mati, maka seringan apapun amalan dalam Islam akan terasa berat untuk di lakukan.

Kita sebagai seorang mukmin seharusnya yakin bahwa hakikat harta hanyalah di tangan bukan di hati, yang setiap saat akan berpindah tangan. Yakin akan sebuah hadist riwayat Imam Muslim : " Harta tidak akan berkurang karena di sedekahkan ." ( HR. Muslim )
Memang secara nominal jumlah dan nilai barang yang kita infakkan dan kita shodaqahkan akan berkurang, akan tetapi kita juga harus ingat bahwa segala sesuatu atau rizki manusia Allah lah yang memberikan?. Jika Allah tidak memudahkannya untuk kita, maka tidak akan mungkin rizki itu akan kita dapatkan.
Sedangkan rizki seorang mukmin yang sebenarnya adalah : apa apa yang telah ia makan, apa apa yang telah ia pakai, dan apa apa yang telah ia infakkan. Adapun selain itu belum tentu miliknya. Sampai makanan atau minuman yang telah di pegangnya sekalipun, tetapi belum masuk kemulut belum tentu miliknya, siapa tau tumpah atau jatuh ketanah yang tidak bisa di makan. Siapa tau harta atau uang kita, kita kasihkan anak, istri, orang tua kita, tetangga kita atau terkena musibah yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Dalam Qur'an surat Al Hadid Allah Tabaroka Wata'ala berfirman kepada Orang orang beriman dengan bahasa yang lembut: " Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah Ta'ala akan melipat gandakan ( balasan ) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak." ( QS : Al Hadid 11 )
Tawaran Allah kepada orang orang yang beriman yang mau menginfakkan hartanya dengan bahasa yang lembut yaitu meminjamkan. Apakah Allah butuh??? sama sekali tidak. Allah Maha Kaya. Pada ayat tersebut memberikan gambaran, bahwa jika Allah meminta semua harta manusia ( baik suka maupun terpaksa adalah hak prerogatif Allah ) akan tetapi pada ayat tersebut menggunakan bahasa meminjam. Sedangkan bahasa meminjam yang biasa atau mudah di fahami di kalangan manusia umumnya hari ini adalah orang yang meminjamkan atau menabung suatu barang pada orang lain. Sedangkan orang yang menabung uang ke orang lain atau satu instansi pasti ingin mendapatkan keuntungan keuntungan duniawi.
Akan tetapi yang meminjam adalah Dzat yang Maha Kaya, tentunya melebihi apa yang di lakukan manusia.
Allah akan mengembalikan ( sebagai pahalanya ) 10 kali lipat, 100, 700 bahkan terserah Allah melebihkan pahalanya dari pinjamannya itu. Ribawi manakah yang mampu memberikan bunga 10 kali lipat dari nominal yang di tabungkan?
Bisa jadi Allah akan memberikan angsurannya ketika ia masih hidup di dunia ( sebagai balasan amal infaknya ) dan Allah bayar tunai di akherat kelak. Itu semua terserah Allah semata.
Akan tetapi pada ayat tersebut Allah memberikan syarat agar pinjamannya itu kembali kepada dirinya dengan berlipat ganda. Syaratnya hanya 2 : ikhlas dan barang yang diinfakkannya itu halal dan di dapat dari jalan yang halal pula.



Aplikasi Shodaqah


Shodaqah mempunyai dimensi makna yang lebih luas. Tujuan dari shodaqah adalah bagaimana mengasah kepekaan kita untuk orang lain, mengikis sifat egoisme diri sendiri, sehingga tumbuh sifat ihtsar ( mementingkan orang lain walaupun dirinya sendiri butuh ).
Ingatlah sabda Rosulullah Saw : " Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin yang lain dalam hal kasih sayang, cinta dan rasa saling pengertian mereka adalah seperti satu tubuh, jika satu organ sakit maka seluruh jasad akan meresakan demam dan tidak bisa tidur." ( HR. Bukhari - Muslim )
Shodaqah akan membuahkan sikap kepekaan sosial yang tinggi terhadap sekitar dirinya, orang lain maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Sedangkan apa apa yang di shodaqahkan tidak selalu berupa uang. Akan tetapi bisa berwujud makanan atau minuman, pakaian, fikiran, tenaga, atau bisa berbentuk yang lain, sebagaimana sabda Rosul  yang artinya kurang lebih:
" Di dalam tubuh manusia, dari mulai kepala hingga ujung jari kakinya mempunyai 360 ruas persendian, yang kesemuanya itu harus di shodaqahi. Cukup 2 rekaat sholat dhuha bisa menutup itu semua." ( HR. Muslim )
" Wahai wanita wanita musliah, jangan sekali kali menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya dengan sepotong kaki kambing. " ( HR. Bukhari - Muslim )
" Tidak sempurna iman seseorang kepadaku yang bermalam dalam kondisi kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya dan ia mengetahui." ( HR. ath Tabrani dan al Bazar )
" Barang siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang melepaskan satu kesusahan yang dialami seorang muslim, maka Allah akan menghindarkannya dari satu kesusahan di hari kiamat." ( HR. Muslim )

Shodaqah tidak hanya memberikan manfaat secara materi saja yang bisa di rasakan, akan tetapi akan berpengaruh juga secara psikologis, walaupun apa yang telah di berikannya itu tidak seberapa, akan tetapi hal itu bisa menumbuhkan rasa persaudaraan dan mempererat jalinan tali silaturrahmi.
Hanya Islamlah yang memiliki konsep yang sedemikian bagusnya. Dari infak dan shodaqahlah Islam menganjurkankepada ummatnya untuk memiliki sifat kepekaan sosial yang tinggi, terhadap nasib sesama saudaranya yang muslim ( pada khususnya ) manusia ( pada umumnya ).
Akan tetapi jika di lihat dari kaca mata aqidah Islamiyah, sesama orang mukmin lebih di prioritaskan dari pada yang lain ( ketika sama sama membutuhkanya ). Itulah ikatan yang paling kuat, cinta karena Allah dan benci karena Allah, akan tetapi bersikap adil dalam penempatannya.
Cinta karena Allah dan benci karena Allah yang hari ini di hembus hembuskan penyimpangannya oleh para musuh musuh Islam dengan sebutan Islam fundamentalis.
Jika ummat Islam telah memiliki akhlak yang seperti ini ( kepekaan sosial yang tinggi ), niscaya dakwah Islamiyah akan mudah di terima dan ikatan ukhuwah Islamiyah akan semakin erat dan semakin kokoh.
Ladang dalang amal untuk berinfak dan bershodaqah terbuka lebar. Jika kita mau jeli, maka banyak celah yangbisa kita masuki untuk berinfak dan bershodaqah. Kita bisa memilihnya sesuai dengan kemampuan diri kita dan menurut skala prioritas ( yang tau diri kita sendiri dan Allah ).



Pos yang Sepi Peminatnya


Allah Azza Wajalla telah berfirman : " Di wajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci, boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi ( pula ) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." ( QS: Al Baqarah 216 )
Dan Allah juga berfirman di QS : At Taubah:
" Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah : lalu mereka membunuh atau di bunuh. ( Itu telah menjadi ) Janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya dari pada Allah ? maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." ( QS : At Taubah 111 )
Dan di ayat yang lain Allah juga berfirman :
" Dan sesungguhnya Kami benar benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu ; dan agar Kami menyatakan ( baik buruknya ) hal ihwalmu." ( QS : Muhammad 31 )
Dari tiga ayat tersebut diatas mewakili dari ayat ayat tentang pentingnya syaret jihad fie sabilillah di muka bumi yang harus selalu di laksanakan oleh ummat Islam hingga hari kiamat.
Allah Tabaroka wata'ala mewajibkan atas orang orang beriman untuk melaksanakan syareat jihad ( yang bermakna perang ) sebagaimana wajibnya sholat dan shoum serta qishos ( menegakkan hukum hukum Allah ).
Pada ayat selanjutnya, orang orang yang mau melaksanakan syareat jihad, bahwa sanya mereka telah melakukan transaksi jual beli kepada Rabb seluruh alam. Apa keuntungannya yaitu Jannah ( sesuatu yang tak pernah di bayangkan akan kenikmatannya oleh manusia ).
Dan di syareatkannya jihad fie sabilillah adalah untuk mengetahui siapa siapa yang benar imanya dan siapa siapa yang imannya palsu ( munafik ).

Di riwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Seorang laki laki menghadap Rosulullah Saw. Kemudian berkata : " Tunjukkan kepada saya amal kebaikan yang menyamai jihad !" Rosululah Saw bersabda : " Tidak ada." Berikutnya Rosulullah Saw bertanya? " Ketika orang orang pergi berjihad, mampukah kamu masuk masjiduntuk melaksanakan sholat tanpa henti dan berpuasa terus menerus?" Orang itu menjawab " Siapa yang mampu beribadah seperti itu?." ( HR. Bukhari )
Cukup dengan satu hadist itu saja, sudah bisa menunjukkan tentang keutamaan amalan jihad dan tidak ada pahala yang menyamai syareat jihad, sehingga wajar jika syareat jihad baik dengan harta maupun jiwanya sebagai amalan tertinggi dalam Islam.

Pos inilah yang sebetulnya banyak membutuhkan biaya operasional yang sangat besar, karena syareat Islam yang kaffah belumlah tegak di muka bumi dan wujudnya khilafah Islamiyah sebagai pengayom syareat belumlah tegak.
Kenapa pada pos ini perlu menjadi perhatian yang serius? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata ( yang dengan bahasa bebasnya ) : " Jika ada dua amalan yang sama sama membutuhkan biaya dan perhatian, mana amalan yang harus di utamakan ? untuk menyantuni fakir miskin yang sedang kelaparan atau untuk biaya jihad? Kesampingkanlah fakir miskin dan utamakanlah jihad. Karena jika yang di kesampingkan fakir miskin, paling yang mati hanya 1 dua orang saja. Akan tetapi jika jihad di kesampingkan, maka Cahaya Allah dan Islam akan padam dan hilang dari muka bumi. "
Kenapa pos jihad ( untuk infak dan shodaqahnya ) sepi peminatnya ?
Karena buah makar dari orang orang kafir, musyrik dan munafik serta orang orang kaya yang selalu memperturutkan hawa nafsunya.

Tujuan utama dari jihad adalah agar syareat Islam tegak di muka bumi dan mengawal hukum hukum Allah agar tetap di laksanakan atas seluruh manusia.
Jika syareat Islam tegak dan hukum hukum Allah berlaku atas manusia, maka kepentingan kepentingan orang orang orang kafir dan musyrik akan terganggu, bisa juga lenyap. Itu yang tidak mereka inginkan, sehingga mereka berupaya membuat makar agar syareat jihad ini jangan sampai ummat Islam sadar dan melaksanakan syareat jihad itu.
Jika syareat Islam tegak dan hukum hukum Islam berlaku atas manusia, maka orang orang munafik tidak bisa lagi meraup keuntungan dunia yang mana hal itu tentunya tidak diinginkan oleh orang orang munafik, sehingga orang orang munafik bahu membahu dengan orang orang kafir membuat makar atas orang orang beriman. Kekalahan orang Islam kebanyakan di sebabkan oleh ulah orang orang munafik, dari waktu ke waktu.
Jika syareat Islam dan hukum hukum Islam tegak atas seluruh manusia, maka orang orang kaya yang suka memperturutkan hawa nafsunya akan terpotong. Syahwatnya yang diumbar jadi terputus dan tidak tersalurkan. Itu juga tidak mereka inginkan.
Oleh karena itulah trio bersaudara saling bahu membahu agar syareat jihad ini tidak di laksanakan. Mereka berupaya agar jangan sampai umat ini sadar, sehingga mereka berupaya membelokkan makna jihad dari makna yang sebenarnya.
Memanfaatkan orang orang kaya yang memperturutkan hawa nafsunya sebagai penyandang dana, memanfaatkan orang orang munafik yg gila pengaruh kekuasaan dan dunia untuk sebagai pembusukan dari dalam tubuh ummat Islam sendiri ( mempengaruhi orang awamya ), sehingga kerja orang orang kafir akan lebih ringan untuk menghancurkan ummat Islam.



Penutup


Seharusnya kita tidak perlu terlalu menghitung hitung amal ibadah infak yang telah kita berikan atau kita salurkan, apakah itu untuk fakir miskin, yatim piatu atau untuk mendukung iqomatuddien sekalipun. Memang muhasabah setelah beramal itu perlu ( yang fungsinya agar, jika ada celah celah yang kurang dalam hal amal , bisa kita tutupi di kemudian hari ), akan tetapi yang di maksud disini adalah Merasa telah banyak amal infaknya, merasa telah infak ini dan ini, merasa telah menginfakkan hartanya sekian dan sekian, sehingga merasa yang telah di lakukannya itu tiket jannah telah di raih.
Tumbuhkanlah dalam hati kita akan sifat atau rasa takut kepada Allah setelah beramal ( apapun amalannya itu, termasuk infak itu sendiri ). Takut jika apa apa yang telah kita infakkan itu tidak diterima oleh Allah sebagai amal sholeh, walaupun diawal amal kita lakukan atas dasar rasa cinta karena Allah semata ( demi meraih keridhoan Allah semata ) dan mengharap jannah Nya.
karena seiring berjalannya waktu Allah akan menguji keikhlasan kita dalam beramal lewat orang lain, sehingga di khawatirkan pada satu titik kita mengucapkan ( sadar atau tidak ); " Lha iya, bukanya berterima kasih karena telah di bantu selama ini untuk menutupi kebutuhannya itu, malah bicara yang bukan bukan. Memangnya mudah mencari uang itu ??." Mungkin kalimat tersebut sering kita dengar, atau kita sendiri sering melakukannya, di karenakan timbul rasa jengkel dalam hati. Seharusnya kita bisa sedikit menahan diri kita untuk tidak mengucapkan perkataan yang seperti itu, karena perkataan seperti itu dapat mengurangi atau bahkan menghapus pahala amal infak yang telah kita lakukan.
Ya!, selalu mengikhlaskan niat karena Allah semata itu yang sulit. Baik itu sebelum beramal, ketika beramal atau setelah beramal harus kita jaga keikhlasannya.
Itulah perbedaan amal amal yang di lakukan oleh orang mukimin dan amal amal yang di lakukan oleh orang orang munafik.
Orang orang beriman banyak beramal, akan tetapi selalu takut kalau kalau amal amal yang telah di lakukannya itu tidak diangap oleh Allah sebagai amal sholeh. Akan tetapi orang munafik , sedikit beramal, akan tetapi dengan percaya diri amal yang telah di lakukannya pasti di terima oleh Allah sebagai amal sholeh.
Itulah sulitnya mengaplikasikan makna ikhlas yang benar dalam beramal ( dalam hal ini amalan infak ).

Kita renungi sejenak, berapakah derajad kepekaan dan kepedulian kita kepada sesama orang beriman ( pada khususnya ) atau sekitar kita ( pada umumnya ). Memang memiliki rasa empati yang tajam sulit dilakukan di tengah tengah kehidupan modern hari ini ( yang telah terkontaminasi dengan faham kapitalismer global ). Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana usaha maksimal kita di dalam mengasah, memupuk dan mempertajam rasa itu kedalam lubuk hati kita. Sehingga kita bisa menjadi seorang muslim seperti yang diilustrasikan oleh Rosulullah Saw ( seperti tubuh; jika kakinya luka, mulutnya mengaduh kesakitan, hati memerintahkan akal agar kaki mau melangkah mencari obat ).
Jika ada yang kesusahan, yang lain sudah siap mengulurkan bantuannya dengan ringan hati. Jika ada yang bersengketa, yang lain siap mendamaikan dan mencarikan solusi terbaik. Sehingga buah dari pengaplikasian yang benar akan makna infak dan shodaqah dalam kehidupan nyata, akan tercipta dan terajut satu jalinan persaudaraan yang harmoni, indah dan kuat.