>

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 09 Oktober 2010

POLISI , ISLAM dan KEKUASAAN

Ramadhan bulan kemaren lagi lagi di nodai polisi . JIka tahun kemaren polri mengancam akan mengawasi para da'i , maka tahun ini seorang da'i di tangkap setelah berdakwah . Ustadz Abu Bakar Ba'asyir di tangkap di halaman polresta Banjar setelah sebelumnya kaca jendela mobil itu di pecahkan . Ibu ibu yang ikut dalam rombongan sempat shock dengan tindakan brutal itu .

Berbicara soal memecahkan kaca , agaknya polisi hanya kenal cara itu untuk mengambil ustadz Abu . Dulupun sama , waktu ia sakit dan dirawat di RS PKU Solo , kaca kacapun di pecahkan untuk menangkap dan membawa sang ustadz ke Jakarta .Intervensi dengan kekerasan rupanya menjadi pilihan meskipun sebenarnya ustadz Abu siap memenuhi panggilan .
Intervensi itulah kata yang saat ini begitu gemar dilakoni oleh polisi . Beberapa waktu yang lalu seorang kapolda Jateng kena batunya ketika mengintervensi pertandingan final Liga Indonesia . Ia ngotot mengganti wasit yang ia anggap tidak adil . Akibatnya masyarakat pecinta bola pun ikut protes keras , dan beberapa hari kemudian sang kapolda masuk kotak , ia jadi staf ahli mabes polri .

Kapolda yang satu ini memang pede abis . Meski ia bukan muslim , ia berani melarang jenazah tersangka teroris Muslim di makamkan di kampung halamannya sendiri . Hal ini terjadi di purbalingga dan Kudus . Tentunya ia tidak terang terangan , ia tinggal memberikan instruksi kepada kapolres , kapolres melakukan potensi penggalanganya , Sim salabim ... tiba tiba ada sekelompok warga yang menolak pemakaman teroris di kampungnya .

Di Porworejo lain lagi kisah intervensinya . Mungkin lebih tepatnya infiltrasi . Seorang reserse senior menjadi takmir masjid milik ormas islam terbesar yang selama ini welcome terhadap dakwah sesuai sunah .Ketua pusatnya aja berjenggot panjang dan lebat , sesuai sunah Nabi tentang janggit bagi laki laki .
Suatu pagi sang ketua takmir cum reserse itu tiba tiba berang ketika seorang da'i muda menyampaikan materi tentang wajibnya menjalankan sunah memelihara jenggot . Lalu conditioning pun dilakukan , tokoh tokoh ormas itu di suguhi laporan miring bahwa sang da'i di curigai sebagai penyebar faham teroris .
Aneh bin ajaib , ormas itu percaya begitu saja . Sang da'i dihentikan dakwahnya di masjid itu . Meski tak ada bukti ini instruksi dari atas , intervensi dakwah ini terjadi di masa jabatan sang kapolda yang tersandung bola tadi .

Masih dikota yang sama , posisi ketua takmir di sebuah masjid lain di kudeta . Seorang ustadz yang tinggal di masjid itu di datangi preman , diintimidasi agar pergi . Lalu kepengurusan takmir baru terbentuk , melibatkan orang orang yang belum pernah terlihat berjamaah di masjid itu . Takmir baruitupun di sahkan di depan kaposek dan muspika .

Dari beragam kisah diatas membangkitkan nostalgia masa orde baru yang penuh perhatian pada rakyatnya . Rakyat selalu di bimbing agar tidak selalu keliru arah jalannya .Rakyat dianggap anak kecil yang harus selalu di suapi dan dipegangi tangannya .
Dulu dimasa orde baru , semua urusan di tengah masyarakat harus melibatkan tentara . Babinsa menjadi pusat perijinan dilevel kampung . Dari mulai pertandingan voli hingga judi kopyok harus di bawah pengawasan dan ijinnya , " Pak Ijin " begitu mereka di panggil di desa desa .

Kini upaya serupa tak sama terjadi . serupa karena sama sama mengintervensi segalaurusan , tak sama karena aktornya berbeda .Kalo dulu tentara sekarang polisi . Fungsinya sama menjaga stabilitas agar jalannya kehidupan sesuai kepentingan penguasa .
Itu baru di level kampung , dilevel atas permainan tak kalah cantiknya . Seorang tokoh ormas besar harus sowan ke cikeas untuk bisa terpilih dalam muktamar . Tak cukup hanya dapat restunya saja , iapun harus memasukkan seorang petinggi badan intelejen dalam kepengurusannya .
Pola yag sama hampir terulang pada ormas besar yang satunya . Seorang mantan petinggi badan intelejen berusaha di susupkan dalam jajaran pengurus pusatnya . Agaknya negri ini begitu rawan kondisinya , sehingga aparat keamanan harus dilibatkan dalam segala urusan dan semua perkumpulan .

Kata orang jawa bilang tumbu ketemu tutup , bakul nasi ketemu tutup yaaa klop . Mental umat indonesia sendiri masih belum beranjak dari masa lalunya . suka sekali menjilat dan medekat pada penguasa . Alih alih akan bersikap kritis dan meluruskan penyimpangan penyimpangan , banyak tokoh dan kelompok Islam menggantungkan diri dan rizki pada penguasa .
Mental inilah yang membuat umat Islam selalu lemah . Tak bisa mandiri dan bersikap kritis . banyak toleran pada penyimpangan kekuasaan . Inilah sebabnya banyak ulama' yang melakukan kehianaan : mendatangi istana , menjilat penguasa dan makan dari kotoran penguasa . Itulah ulama' suu' yang di belejeti atau ditelanjangi keburukanya oleh Imam Ghozaly .

Padahal tradisi bergantung pada kekuasaan , tak pede kalo tak di restui dan diintervensi kekuasaan adalah tradisi Yahudi . Karena dahulu kala , orang orang Yahudi gemar mengundang dan melibatkan penguasa Romawi yang menindas mereka . Urusan ibadah pun tak lepas dari campur tangan kekuasaan .
Inilah ironi sekulerisme di indonesia . Agama di halangi dari mempengaruhi kekuasaan dengan kebaikan . Akan tetapi sebaliknya , penguasa selalu berambisi menguiasai kelompok dan urusan agama demi memperkokoh kekuasaannya . Politik harus steril dari pengaruh agama , tetapi agama dan umatnya harus menghamba pada penguasa .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar